Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Presiden Langgar Kedaulatan Rakyat jika Tak Tandatangani UU KPK

Kompas.com - 19/02/2020, 18:27 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar berpendapat, Presiden Joko Widodo telah melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan rakyat jika secara sengaja tak menandatangani rancangan undang-undang (RUU) KPK hasil revisi untuk menghindari eskalasi pro dan kontra di masyarakat.

Hal itu Zainal sampaikan saat menjawab pertanyaan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat dalam sidang pengujian UU KPK yang digelar Rabu (19/2/2020).

"Kalau presiden menandatangani (RUU KPK) eskalasinya bisa meningkat, maka presiden mengambil kebijakan, sudah saya biarkan saja tapi toh ya (UU KPK hasil revisi) berlaku juga, supaya eskalasinya enggak meningkat antara yang pro dan kontra. Itu ada pembacaan seperti itu, bagaimana?" tanya Arief saat persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Baca juga: Uji Materi UU KPK, Pakar Singgung Peran Menteri dalam Pembentukan UU

Zainal pun mengatakan bahwa jika kondisinya demikian, presiden dapat dianggap telah mengangkangi kedaulatan rakyat.

Apalagi, ketika proses revisi UU KPK berlangsung, banyak rakyat yang menjadi korban saat menyuarakan penolakan revisi undang-undang tersebut.

"Kalau pembacaannya seperti itu menurut saya presiden melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan rakyat," kata Zainal.

"Anda bisa bayangkan, kita bisa bayangkan, ada ribuan puluhan ribu orang meminta, ada begitu banyak korban nyawa, lalu kemudian presiden melakukan tindakan yang kalau benar seperti itu ya, itu menurut saya pengangkangan terhadap kedaulatan rakyat," tambah dia.

Baca juga: Sidang MK, Ahli Nilai Revisi UU KPK Tak Sesuai Kehendak Rakyat

Menurut Zainal, alih-alih mengangkangi kedaulatan rakyat, presiden seharusnya mampu mewakili suara masyarakat.

Sebab, Presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga kepentingan rakyat ada di pundak Kepala Negara.

"Harus diingat kembali kita menggunakan sistem presidensiil di mana presiden itu sendiri adalah wakil rakyat," ujar Zainal.

"Kenapa? Karena dia dipilih secara langsung melalui proses pemilu. Kedaulatan itu diserahkan langsung kepada dia. Maka dia harus kembali kepada rakyat," ucap Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Baca juga: Sidang MK, Pakar Singgung Kehadiran Fisik Anggota DPR Saat Revisi UU KPK

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo tak menandatangani UU KPK hasil revisi atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meski begitu, undang-undang ini otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR sejak 17 September 2019 lalu.

Ketentuan mengenai hal ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 73 ayat (1) menyatakan, "Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden."

Kemudian, Pasal 73 ayat (2) berbunyi, "Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com