JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, aturan dalam draf RUU Ketahanan Keluarga yang mewajibkan individu homoseksual dan lesbian (LGBT) dan keluarganya melapor merupakan tindakan yang diskriminatif.
"Bagi saya itu diskriminatif, perspektif yang berbeda soal keberadaan LGBT bisa diperdebatkan dalam konteks keilmuan. Tapi tidak bisa mengabaikan konteks perlindungan HAM-nya, " ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Feri menjelaskan dalam konteks ini, negara seharusnya memperhatikan jaminan bagi kaum minoritas untuk mendapatkan hak hidup, hak bergaul dengan orang lain, dan hak mendapatkan fasilitas negara.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga, Kamar Orangtua, Anak Laki, dan Perempuan Harus Pisah
Dia pun mempertanyakan dasar kewajiban bagi LGBT untuk melapor.
Menurut dia, perlu dibedakan antara kejahatan dan persoalan orientasi seksual.
"Apakah ini dianggap kejahatan sehingga wajib lapor? Koruptor saja tidak wajib lapor," tegasnya.
Diberitakan, RUU Ketahanan Keluarga mengatur keluarga atau individu homoseksual dan lesbian ( LGBT) wajib melapor.
Berdasarkan draf yang dikonfirmasi Kompas.com ke Badan Legislasi DPR, Selasa (18/2/2020), aturan itu tertuang dalam Pasal 85-89 RUU Ketahanan Keluarga.
Pasal 85 mengatur tentang penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual.
Penyimpangan seksual yang dimaksud dalam Pasal 85, salah satunya adalah homoseksualitas.
"Homoseks (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama," demikian bunyi draf RUU Ketahanan Keluarga itu.
Selanjutnya, dalam Pasal 86, "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan".
Berikutnya, dalam Pasal 87, setiap orang yang mengalami penyimpangan seksual juga wajib melaporkan diri.
Berikut bunyi pasal tersebut:
"Setiap Orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."