JAKARTA, KOMPAS.com - Draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah kepada DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Ketika itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani.
Menurut Puan, RUU Cipta Kerja terdiri dari 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal.
Ia mengatakan, pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Selanjutnya, draf dan surpres yang telah diserahkan akan melalui mekanisme DPR untuk kemudian ditetapkan dalam paripurna.
Namun, 3 hari setelah draf RUU Cipta Kerja diserahkan ke DPR, terdapat sejumlah pasal-pasal yang diubah dan dihapuskan.
Bahkan, terdapat pasal yang ditambah dalam RUU tersebut yang dinilai tidak sesuai dengan hierarki hukum di Indonesia.
Pasal 170 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja misalnya, menjadi pembicaraan publik lantaran secara terstruktur menyatakan pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP).
Pasal 170 Ayat 1 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja itu berbunyi:
"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini,".
Kemudian, pada Pasal 170 Ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lantas, bagaimana Pasal 170 bisa masuk RUU Cipta Kerja?
Salah ketik?
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, kemungkinan penempatan Pasal 170 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja disebabkan adanya salah ketik.
"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ketika ditanya apakah Pasal 170 dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja terdapat salah ketik atau tidak.
Yasonna mengatakan, akan mengecek Pasal 170 tersebut. Ia juga mengatakan, PP memang tidak boleh membatalkan Undang-Undang.