Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law RUU Cipta Kerja Bukan Draf Final, Menaker: Jangan Takut

Kompas.com - 18/02/2020, 19:25 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meminta para buruh tak buru-buru khawatir menyikapi omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Jangan takut ini bukan final draft. Bukan. Ini baru rancangan undang-undang," kata Ida di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

"Saya memohon teman-teman ayo ruang sudah dibuka. Buka tim yang tripartit (pemerintah, swasta, dan buruh)," ujar Ida Fauziyah.

Baca juga: Mahfud Sebut Salah Ketik di Draf Omnibus Law Cipta Kerja hanya Satu Pasal

Ia mengatakan, pemerintah berupaya mengomunikasikan dengan baik isi RUU Cipta Kerja kepada seluruh pekerja.

Harapannya, mereka bisa memahami secara utuh dan tidak terprovokasi hoaks.

Ia pun mengatakan, pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya bagi serikat pekerja yang hendak memberi masukan dalam pembahasan RUU tersebut.

"Harapan kita, ini kan baru rancangan undang-undang. Jadi sangat terbuka untuk melakukan pembahasan lebih lanjut," ujar Ida.

"Namanya saja draf RUU Cipta Kerja. Ruang masih terbuka. Kan biasa setelah ada draf, diakses masyarakat, DPR, dan dibahas bersama di DPR. Ruang dialog yang kami buka kami manfaatkan sebanyak mungkin," kata politisi PKB itu.

Baca juga: Pengamat Ragukan Alasan Pemerintah Salah Ketik RUU Cipta Kerja

Adapun serikat buruh seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar aksi besar-besaran bila omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan.

KSPI menolak omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke DPR RI.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, hukum ketenagakerjaan harus mengandung prinsip kepastian pekerjaan, jaminan pendapatan, dan kepastian jaminan sosial.

Namun, ia menilai RUU tersebut sama sekali tak tercermin adanya ketiga prinsip yang disebutkan.

"Karena tiga prinsip tadi tidak terdapat dalam RUU Cipta Kerja, maka KSPI menyatakan dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja, omnibus law," kata Iqbal dalam siaran pers, Jakarta, Minggu (16/2/2020).

Baca juga: Formappi: Jika Pasal 170 Cipta Kerja Diusulkan Jokowi Sendiri, Artinya Otoriter

Selain itu, menurut dia, ada 9 alasan KSPI menolak isi RUU Cipta Kerja, khususnya untuk klaster ketenagakerjaan, di antaranya terkait upah minimum, pesangon, outsourcing, karyawan kontrak, dan waktu kerja yang dinilai eksploitatif.

Selanjutnya, KSPI juga menilai RUU Cipta Kerja berpotensi membuat tenaga kerja asing buruh kasar atau unskill worker bebas masuk ke Indonesia, membuat jaminan sosial hilang, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.

Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja, upah minimun hanya didasarkan pada upah minimum provinsi (UMP). KSPI menilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) akan dihapus.

"Jika yang berlaku hanya UMP, maka upah pekerja di Karawang yang saat ini Rp 4,5 juta bisa turun menjadi hanya Rp 1,81 juta," kata dia.

Baca juga: RUU Cipta Kerja Dianggap Cara Ekstrem Pemerintah Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com