JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas merespons mengenai pasal dalam omnibus law RUU Cipta Kerja yang menyebutkan pemerintah berwenang mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP).
Menurut Supratman, pasal itu akan otomatis batal demi hukum jika bertentangan dengan UUD 1945.
"Kan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Kalau bertentangan dengan UUD, secara hukum dia batal demi hukum," kata Supratman di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Ia mengatakan, DPR akan mengkaji dengan saksama Pasal 170 yang terdapat dalam Bab XIII RUU Cipta Kerja itu.
Baca juga: Soal PP Bisa Batalkan UU, Pakar: Yang Bikin Draf Omnibus Law Enggak Paham Hukum
Supratman menyebutkan, DPR tidak akan bertindak gegabah.
"Itu pasti menimbulkan perdebatan. Oleh karena itu, nanti itu pasti DPR tidak mungkin ambil tindakan gegabah," ujarnya.
Mengenai target penyelesaian 100 hari yang sempat diutarakan Presiden Joko Widodo, Supratman mengatakan hal tersebut sebenarnya tidak mustahil.
Namun, ia memastikan DPR akan memerhatikan aspirasi publik dalam pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut.
"Jangankan seratus hari, sepuluh hari bisa kalau seluruh fraksi sepakat pada subtansinya," ucap Supratman.
"Tapi kan kita belum bisa berandai-andai, karena ini menyangkut beberapa hal yang di media kita bisa baca itu menimbulkan berbagai macam pandangan yang berbeda," tuturnya.
Baca juga: Baleg: Omnibus Law Cipta Kerja Tak Dibahas di Masa Persidangan Ini
Baleg, menurut Supratman, akan mengoptimalkan pembahasan omnibus law.
"Kalau di Baleg kami akan melibatkan semua komponen yang akan terlibat di dalam yang terkena dampak," ujar Supratman.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Advokasi Sindikasi Nuraini mengkritik Pasal 170 dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja, yang mengatur bahwa pemerintah bisa mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah.
Adapun, berdasarkan penelusuran Kompas.com, dalam Bab XIII tentang "Ketentuan Lain-lain" Pasal 170 ayat (1) dalam RUU Cipta Kerja berbunyi:
"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."
Baca juga: Polemik PP Bisa Ubah UU, Seperti Ini Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan DPR.
Nuraini menilai, Pasal 170 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja menyalahi tata perundang-undangan.
Sebab, peraturan pemerintah seharusnya tidak lebih tinggi ketimbang undang-undang.
"Jelas menyalahi aturan tata perundangan kita, di mana posisi UU itu di atas PP, tapi lewat Omnibus Law pasal 170 PP di atas UU. Itu sudah menyalahi tata aturan perundangan kita," kata Nuraini di Gedung Bara Futsal, Kebayoran, Jakarta, Sabtu (15/2/2020).
Baca juga: Ketentuan Pemerintah Bisa Ubah UU lewat PP di RUU Cipta Kerja Dikritik
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, ada kemungkinan penempatan aturan tersebut di dalam draf itu disebabkan salah ketik.
"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).
Sebaliknya, lanjut dia, jika UU diganti lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) bisa dilakukan.
"Kalau UU diganti dengan perppu itu sejak dulu bisa. Sejak dulu sampai kapan pun bisa," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.