JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko membantah peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Moeldoko menanggapi hasil Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM yang menyatakan peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat.
Moeldoko menilai peristiwa Paniai bukan sebagai pelanggaran HAM berat lantaran tak ada instruksi dari atasan saat terjadi penembakan dan penusukan.
"Perlu dilihatlah yang benar. Paniai itu sebuah kejadian yang tiba-tiba. Harus dilihat dengan baik itu karena tidak ada kejadian terstruktur, sistematis. Enggak ada. Tidak ada perintah dari atas. Tidak ada," ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Baca juga: Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Masuk Pelanggaran HAM Berat
Moeldoko meminta peristiwa tersebut dilihat secara cermat sehingga Komnas HAM tak mengeluarkan kesimpulan yang keliru.
Ia menilai apa yang dilakukan satuan pengamanan di Paniai saat itu ialah tindakan yang tidak terencana.
"Menurut saya apa yang dilakukan oleh satuan pengamanan saat itu adalah sebuah tindakan yang kaget, tiba-tiba karena dia diserang masyarakat yang kaget, begitu. Sehingga tidak ada upaya sistematis," kata mantan Panglima TNI itu.
Baca juga: Kontras: Penetapan Peristiwa Paniai sebagai Pelanggaran HAM Berat Sudah Tepat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
"Setelah melakukan pembahasan mendalam di sidang paripurna peristiwa Paniai pada 7 – 8 Desember 2014, secara aklamasi kami putuskan sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan dalam keterangan tertulis, yang diterima Kompas.com, Sabtu (15/2/2020).
Menurut Taufan, keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Ad Hoc, yang bekerja selama 5 tahun mulai dari tahun 2015 hingga 2020.
Taufan menjelaskan, dalam Peristiwa Paniai terjadi kekerasan penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang yang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk.
Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka penganiayaan.
"Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.