JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan, pihaknya tidak pernah diundang atau diminta masuk ke dalam tim pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
"Kami menyatakan, KSPI tidak pernah dan tidak akan masuk ke dalam tim yang dibentuk Menko Prekonomian terkait pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi persdi kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).
Namun, ada informasi bahwa KSPI tercantum dalam tim yang dibentuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto melalui SK Nomor 121 Tahun 2020.
Baca juga: Masih Percaya Parpol, KSPI Minta DPR Batalkan Omnibus Law Cipta Kerja
Dengan demikian, KSPI menilai, hal tersebut merupakan bentuk pencatutan nama.
Said menegaskan, KSPI tidak bertanggung jawab atas satu pasal pun dalam isi RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang drafnya sudah diserahkan ke pimpinan DPR.
Sebab, kata dia, KSPI tidak pernah dan tidak akan terlibat langsung dalam tim bentukan Menko Perekonomian tersebut.
"Yang jelas, bahwa kalau dalam SK Nomor 121 Tahun 2020 itu ada dicantumkan nama KSPI adalah tanpa seizin KSPI. KSPI tidak pernah tahu, tidak pernah diundang dan tidak pernah terlibat," kata dia.
Baca juga: Ini 9 Alasan KSPI Menolak Omnibus Law Cipta Kerja
Alasan tak akan terlibat dalam tim itu pun sederhana, yakni karena pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan tertutup dan bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi serta bertentangan dengan pembuatan peraturan UU dan UUD 45.
Termasuk juga karena draf RUU tersebut saat ini sudah diserahkan ke DPR.
"Oleh karena itu, KSPI akan menempuh jalur bersama DPR memberikan masukannya dengan sebuah sikap setelah mempelajari draf RUU Cipta Kerja, akhirnya terbukti apa yang dikhawatirkan KSPI dan buruh Indonesia," kata dia.
Antara lain, soal pesangon yang dihapus, upah minimum dihapus, outsourcing yang bebas serta beberapa hal lain yang terbukti benar dengan isi draf resmi tersebut.
KSPI juga berpendapat, setiap UU yang diserahkan ke DPR untuk dibahas harus memiliki orientasi perlindungan.
Baca juga: Presiden Bisa Batalkan UU di RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ray Rangkuti: Itu Otoriter!
"Kalau dia (RUU) ada bicara tentang bisnis atau investasi maka secara bersamaan dia bicara perlindungan. Ini tidak bisa dipisah bahkan di seluruh dunia," kata dia.
Said menjelaskan, di Organisasi Buruh Internasional (ILO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setiap berbicara tentang bisnis maka tidak akan pernah lepas dari persoalan perlindungan.
Namun, kata dia, draf RUU Cipta Kerja justru sebaliknya.
"Bicara investasi tapi salah satu klaster bicara tentang reduksi kesejahteraan bagi para buruh, bukan perlindungan. Jadi secara hukum internasional bertentangan dan saya yakin secara hukum nasional bertentangan," kata dia.
Baca juga: Selain Demo Besar-besaran, KSPI Akan Tempuh Langkah Hukum Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
KSPI sendiri mengungkapkan sembilan alasan mengapa mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Kesembilan alasan itu adalah soal hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.
Kemudian jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.