JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Juanda mengatakan, perlu ada kajian komprehensif terhadap wacana amendemen UUD 1945 guna menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Kalau memang mau melakukan perubahan, kita kaji secara komprehensif dari berbagai aspek," ujar Juanda dalam forum diskusi di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).
Juanda mengatakan, pengkajian perlu dilakukan agar wacana tersebut tidak terkesan elitis dan hanya menjadi kepentingan politik semata.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Sebut 7 Fraksi Dukung Wacana Hidupkan GBHN
Sebab, upaya amendemen UUD 1945 yang dilakukan MPR akan memiliki konsekuensi hukum di mana MPR nantinya akan diposisikan sebagai lembaga tertinggi.
Di sisi lain, dengan GBHN tersebut, MPR juga berwenang menggunakan hukum untuk impeach atau pemakzulkan kepala negara.
Karena itu, pihaknya pun mendorong MPR melakukan pengkajian secara komprehensif.
"Konsekuensi hukumnya ini dibenarkan bahwa presiden di-impeach dan konsekuensi ini jatuh presiden," kata Juanda.
Menurut Juanda, apabila GBHN telah menjadi TAP MPR, maka presiden wajib mengikuti haluan tersebut, baik secara politik maupun moral.
Baca juga: Fadli Zon Sebut Amendemen untuk Bahas GBHN, Bukan Masa Jabatan Presiden
Sebaliknya, jika presiden nantinya terbukti melanggar hukum, maka konsekuensinya adalah bisa dimakzulkan.
"Kalau ada permainan politik, kesalahan politik di tengah jalan, tidak bisa ikutin secara 100 persen TAP itu tidak sampai ke impeach," terang dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.