Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WNA Ditangkap Kasus Kawin Kontrak di Puncak, Pertama Kalinya Polisi Jadikan Konsumen sebagai Tersangka TPPO

Kompas.com - 15/02/2020, 07:40 WIB
Devina Halim,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri menetapkan seorang warga negara asing (WNA) berinisial AAAAM alias Ali sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang bermodus kawin kontrak dan booking out short time di Puncak, Bogor.

Ali diketahui berperan sebagai pemesan perempuan untuk layanan prostitusi dengan modus short time.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Brigjen (Pol) Ferdy Sambo menuturkan, hal ini merupakan pertama kalinya polisi mempidanakan seorang WNA yang menjadi konsumen.

Baca juga: Kasus Perdagangan Orang dengan Modus Kawin Kontrak di Puncak, Polisi Tangkap 5 Orang

"Iya pertama kali. Harus kita coba. Dan memang sudah kordinasi dengan jaksa, ini bisa diproses, pengguna, Pasal 55, ikut serta, tanpa mereka, transaksi tidak bisa jadi kan," ungkap Ferdy di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).

"Kalau di polres lain belum sampai ke situ. Kalau kita sudah harus bisa ke situ. Masa warga negara kita yang korban saja diproses, bagaimana dengan pengguna-pengguna ini," sambungnya.

Untuk modus short time, konsumen memesan jasa prostitusi selama satu hingga tiga jam dengan biaya sekitar Rp 500.000-600.000. Sementara, untuk semalam dikenakan biaya sebesar Rp 1 juta-2 juta.

Ali dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 KUHP.

Ferdy mengatakan, Ali tertangkap basah saat menyewa perempuan di sebuah hotel di Puncak.

Ia menuturkan, hal itu yang menjadi dasar polisi menetapkan Ali sebagai tersangka.

"Booking pertama di Puncak, kemudian dia mau booking kembali, kita ikutin, begitu di hotel, kita gerebek," tutur dia.

Dalam pandangannya, pasal tersebut juga dapat diterapkan kepada konsumen warga negara Indonesia.

Namun, Ferdy mengakui bahwa pihaknya akan kesulitan menjerat konsumen dalam praktik tersebut bila tidak tertangkap basah.

"Sepertinya sulit ya, karena harus dibuktikan. Biasanya sih penggunanya sudah tidak ada. Sama dengan WNA yang pengguna yang sudah tidak teridentifikasi kan tidak bisa kita cari dia, gaada KTP-nya, kecuali tertangkap tangan. Ini kan tertangkap tangan dia," ujar dia.

Baca juga: Kasus Perdagangan Orang dengan Modus Kawin Kontrak, 7 WNA Dideportasi

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini, polisi menetapkan total lima tersangka. Selain Ali, tersangka lainnya berinisial NN, OK, HS, dan DOR.

NN dan OK diketahui sebagai muncikari bagi perempuan yang menjadi korban.

Lalu, HS sebagai pencari konsumen yang berasal dari Timur Tengah. Terakhir, DOR sebagai penyedia transportasi untuk membawa korban ke HS.

Sindikat tersebut sudah beraksi sejak 2015 dan melibatkan 20 korban dan 20 konsumen.

Keempat tersangka lainnya dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Ancaman hukuman bagi para pelaku yaitu pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com