Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law Cipta Kerja, Sanksi bagi Pers yang tak Umumkan Data Perusahaan Diperingan

Kompas.com - 14/02/2020, 20:06 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memperingan sanksi terhadap perusahaan pers yang tidak mengumumkan data perusahaan dan pers yang tidak berbentuk badan hukum.

Hal ini diketahui dari penelusuran Kompas.com pada Jumat (14/2/2020) atas draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang resmi diserahkan pemerintah kepada DPR.

Kompas.com telah mengonfirmasi perihal draf RUU Cipta Kerja itu ke sejumlah pimpinan Badan Legislasi DPR pada Kamis (13/2/2020).

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja, Aturan Penambahan Modal Asing bagi Perusahaan Pers Dihapus

 

Berdasarkan aturan pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ketentuan pidana bagi perusaan pers yang tidak mengumumkan data perusahaan dan tidak berbadan hukum tercantum pada pasal 18 ayat (3).

Aturan itu berbunyi, perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah)

Sedangkan dalam draf RUU Cipta Kerja, aturan itu diganti menjadi, perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2) dan pasal 12 dikenai sanksi administratif.

Adapun ketentuan mengenai jenis, besaran denda, tata cara dan mekanisme tambahan soal sanksi administratif akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sementara yang dimaksud data perusahaan adalah nama, alamat, penanggungjawab. Khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Pemerintah Hapus Aturan Batas Kontrak Kerja

 

Sebaliknya, draf RUU Cipta Kerja memperberat sanksi pidana bagi perusahaan pers yang tidak menghormati norma agama, norma susila dan melanggar sejumlah larangan.

Larangan itu yakni merendahkan agama, mengganggu kerukunan hidup beragama, larangan memuat iklan minuman keras, narkotika dan larangan memuat iklan wujud rokok dan peragaan rokok.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers aturan ini tercantum pada pasal 18 ayat (2) yang berbunyi, Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). 

Sementara itu dalam draf RUU Cipta Kerja, aturan diubah menjadi, perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Baca juga: Jika Omnibus Law Berlaku, Pemda Harus Sesuaikan Regulasi

Selain itu, draf RUU Cipta Kerja juga memperberat sanksi pidana bagi individu melawan hukum yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi kemerdekaan pers.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers aturan ini tercantum pada pasal 18 ayat (1) yang berbunyi, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)

Dalam draf RUU Cipta Kerja, aturan diubah menjadi, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Adapun seluruh perubahan aturan yang terkait pers tercantum pada pasal 87 draf RUU Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com