Ini adalah fase di mana wartawan menggunakan komunikasi online untuk terlibat dalam dialog dengan audiens yang semakin aktif untuk berpartisipasi dalam produksi berita.
Di Indonesia, praktik kurasi ini telah lama diterapkan, terutama setelah booming media sosial dan instant publishing seperti blog atau Twitter.
Walaupun wartawan pada umumnya belum mengenal istilah jurnalisme kurasi, namun kenyataannya mereka telah melakukan praktik ini dengan cara mencari informasi dari warga yang ada di lapangan melalui media sosial.
Metode ini dirasakan sangat praktis, karena media massa berkemampuan dengan segera mendapatkan informasi dari sebuah lokasi kejadian tertentu dengan memanfaatkan konten media sosial dari warga yang sedang ada di situ.
Hal itu dapat dilakukan bahkan sebelum perusahaan berita tersebut mengirimkan reporternya ke lokasi kejadian.
Dalam rangka memenangkan perlombaan berita tercepat di antara media-media pesaing, sebuah outlet berita online diuntungkan dengan adanya metode ini.
Tantangannya adalah, bagaimana agar pers tidak terjebak oleh akun-akun media sosial yang menyebarkan informasi tidak akurat.
Ternyata, media online di Indonesia memiliki jawabannya, yaitu dengan tidak serta-merta menayangkan tautan asli konten media sosial dalam berita mereka.
Yang dilakukan adalah menulis kembali konten media sosial terpilih kemudian menyiarkannya dalam bentuk tulisan seperti media konvensional.
Secara sepintas, tindakan media di Indonesia untuk menyeleksi kemudian menulis ulang pernyataan khalayak dapat dianggap menyalahi konsep demokrasi, di mana setiap orang memiliki hak untuk berbicara.
Namun sebenarnya, tindakan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kredibiltas media yang bersangkutan dengan cara memverifikasi kebenaran informasi tersebut.
Berdasarkan studi komparasi yang saya lakukan, terlihat bahwa media online internasional atau Barat lebih percaya kepada masyarakatnya.
Mereka banyak menayangkan hasil kurasi dari media sosial dengan menyematkan tautan asli di antara paragraf-paragraf berita.
Artinya, pembaca berita dapat dengan langsung membaca konten media sosial tersebut dalam bentuk aslinya.
Hal ini menunjukkan, media online internasional atau Barat meyakini kredibilitas khalayaknya sebagai sumber berita yang dapat dipercaya.
Sementara pihak redaksi di media online Indonesia sudah dapat memetakan seperti apa kualitas suara khalayak di media sosial, termasuk potensi tinggi untuk menebarkan informasi tidak akurat.
Konsekuensinya, pihak media tidak mau mengambil risiko dengan menayangkan informasi yang belum terverifikasi.
Dalam hal ini, pers Indonesia telah melakukan upaya yang ketat dalam memerangi hoaks, disinformasi, dan trial by the press.
Namun demikian, harus diakui bahwa sampai saat ini keberadaan media massa konvensional di Indonesia masih kalah bersaing dengan pamor media sosial.
Praktik kurasi yang ketat sepertinya mutlak harus dilakukan oleh para editor dan penulis berita agar tidak terjebak oleh lemahnya akurasi informasi di akun-akun media sosial di Indonesia.
Selain itu, pendidikan literasi media dan peningkatan minat baca benar-benar harus dilakukan sejak dini.
Dengan demikian, konten media sosial di Indonesia dapat menjadi bahan kurasi yang meyakinkan.
Semoga di usia yang sudah melebihi tujuh dasawarsa ini, pers Indonesia semakin mantap menjadi pilar penjaga kebenaran.
Dengan demikian, Indonesia akan menjadi lebih dewasa, lebih cerdas literasi, dan benar-benar bebas hoaks!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.