JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menilai, penempatan KPK ke rumpun kekuasaan eksekutif merupakan langkah yang dapat merusak independensi. Ketentuan tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (UU KPK).
Menurut Busyro, hal itu dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK dan penolakan terhadap gerakan pemberantasan korupsi.
"Bahwa penempatan KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 merupakan upaya nyata perusakan independensi lembaga KPK," kata Busyro saat menjadi ahli dalam sidang pengujian UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/2/2020).
Baca juga: Tujuh Pembelaan Pemerintah dan DPR atas Revisi UU KPK...
Dalam Undang-Undang KPK, Pasal 1 ayat (3) menyatakan, KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kemudian Pasal 3 menyatakan, KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Sementara dalam UU KPK sebelum revisi, hanya disebutkan KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Baca juga: Revisi UU, KPK Jadi Bagian dalam Rumpun Kekuasaan Eksekutif
Busyro mengatakan, tidak ada satupun hubungan kausalitas yang membenarkan bahwa upaya peningkatan fungsi koordinasi antara KPK, kejaksaan dan kepolisian dapat dilakukan dengan mereposisi kedudukan KPK menjadi bagian dari eskekutif.
Oleh karena itu ia berpendapatctelah terjadi distorsi pada Pasal 1 angka 3 UU KPK yang mengatur bahwa KPK termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Busyro menyebut, pada dasarnya KPK justru dibentuk untuk menghindari pengaruh kekuasan rezim dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Lahirnya KPK sebagai Lembaga independen agar agenda pemberantasan korupsi tidak terjebak pada konflik kepentingan terutama dalam penanganan kasus-kasus besar yang melibatkan rezim kekuasaan," ujarnya.
Baca juga: Di Sidang MK, Busyro Nilai Tak Tepat Dewas KPK Punya Kewenangan Pro Justitia
Busyro lantas menyinggung sejumlah kasus korupsi besar yang hingga saat ini masih belum terselesaikan seperti kasus e-KTP, Hambalang, BLBI, hingga megaproyek Meikarta.
Menurut dia, tanpa KPK yang independen, bukan tidak mungkin akan terjadi kasus-kasus korupsi serupa yang berkaitan dengan proyek-proyek besar pemerintah.
"Bukan tidak mustahil kasus-kasus mega infrastruktur lain akan terancam dari pengaruh-pengaruh, dari intensitas, kekuatan-kekuatan korup dan saya sangat khawatir jika itu juga mengenai proyek-proyek besar pemerintah kita, misal rencana pemindahan ibu kota," kata Busyro.
Baca juga: Jadi Ahli di Sidang MK, Eks Ketua KPK Khawatirkan Dewas Bocorkan Penyelidikan
Untuk diketahui, sejak direvisi pada September 2019, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan itu dimohonkan oleh sejumlah pihak, mulai dari pegiat antikorupsi, advokat, akademisi, hingga mantan petinggi KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.