Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MAKI Ingin KPK Buka Keterlibatan Hasto dalam Sidang Gugatan

Kompas.com - 12/02/2020, 07:20 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Rizky Dwi Cahyo Putra menyayangkan jawaban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan normatif atas permohonan gugatan terhadap pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK yang dilayangkan Maki

"Jadi jawaban KPK, tanggapan kami sangat menyayangkan karena kurang banyak mereka hanya menjawab secara normatif, sedangkan yang kami inginkan buka-bukaan seperti motonya KPK 'berani jujur hebat', buka-bukaan terkait dengan (keterlibatan) Hasto dan kawan-kawan," ujar Rizky dalam sidang gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).

Ia menanggapi tanggapan pihak KPK yang disampaikan dalam sidang. 

Baca juga: Gugat KPK, MAKI Minta Hasto Kristiyanto Ditetapkan Jadi Tersangka

Menurut Rizky, pihaknya ingin KPK menyampaikan tanggapan atau sanggahan yang konkret, bukan sekadar menilai perlu penambahan poin dalam pokok perkara yang diajukan, seperti  nomor panggilan dan tanggal pemanggilan Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDI-P Hasto Kristiyanto yang sudah diperiksa sebagai saksi.

"Kita pengin ada, apakah terkaitnya seperti apa, sejauh mana, terkait dengan Hasto dan Donny (advokat PDI-P)," kata dia.

Sebelumnya, tim biro hukum KPK menyebut MAKI tak memiliki legal standing atas gugatan praperadilan terhadap pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK.

"Tidak terdapat bukti bahwa MAKI telah dapat pengakuan dari Kemenhum HAM untuk berstatus ormas berbadan hukum," ujar anggota tim biro hukum KPK, Natalia Kristanto.

Ia menyebut MAKI tak memiliki payung hukum. Karena itu, MAKI tak memliki kewenangan untuk mengajukan gugatan.

"Dengan demikian hakim harus menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata dia.

Diketahui, MAKI melayangkan gugatan terhadap pimpinan dan dewan pengawas KPK.

Dalam gugatan tersebut, MAKI juga meminta supaya KPK mengambil langkah agar Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDI-P Hasto Kristiyanto dan advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Terdapat tiga poin dasar yang jadi alasan gugatan tersebut.

Baca juga: Disebut KPK Tak Punya Legal Standing, Pihak MAKI: Kami Bukan Organisasi Abal-abal

Pertama, KPK dinilai tidak menjalankan tugasnya untuk mengembangkan dan melanjutkan penyidikan dengan menetapkan tersangka baru atau lain dalam bentuk tidak pernah memanggil dan memeriksa sesorang sebagai saksi.

Kedua, KPK tidak menetapkan tersangka baru atas seseorang lainnya dengan alasan kekebalan profesi, padahal KPK pernah menetapkan tersangka dari profesi advokat yaitu Federich Yunadi dan Lucas.

Ketiga, KPK dinilai tidak menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mengembangkan dan melanjutkan penyidikan dengan menetapkan tersangka baru, yaitu dalam bentuk gagal dan batalnya penggeledahan di kantor pusat sebuah partai politik.

Terkait kasus Wahyu Setiawan ini, KPK telah memeriksa Hasto sebagai saksi. Hasto pun membantah terlibat atau terkait kasus. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com