JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengingatkan pemerintah untuk tetap terlibat dalam proses penegakan hukum terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang teridentifikasi dalam kelompok teroris ISIS.
Taufan menjelaskan, Indonesia tidak boleh absen dalam proses hukum WNI yang teridentifikasi terlibat menjadi kombatan eks ISIS.
Hal itu disampaikan Taufan merespons keputusan pemerintah tak akan memulangkan WNI yang diduga teroris lintas batas, terutama mantan anggota ISIS, ke Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Buka Opsi Pulangkan Anak-anak WNI Eks ISIS dan Teroris Lintas Batas
"Ya, pertanyaannya sekarang adalah lantas langkah pemerintah apa? Dalam rangka penegakan hukum ya. Orang banyak salah tangkap ini, seolah pemulangan itu begitu saja pulang. Padahal yang paling penting adalah penegakan hukum," kata Taufan kepada Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
Ada dua cara yang bisa ditempuh pemerintah Indonesia terhadap WNI yang memang terindikasi menjadi kombatan ISIS. Pertama, memulangkan mereka ke Indonesia dan diproses sesuai hukum yang berlaku di dalam negeri.
Kedua, menggandeng negara-negara lain yang warga negaranya juga teridentifikasi bergabung dengan ISIS untuk diproses melalui mekanisme hukum internasional.
"Itu melalui peradilan internasional bersama negara internasional lainnya lewat ICC (International Criminal Court) kah atau lainnya. Masak kita mendiamkan saja?" ujar dia.
Berdasarkan UU Terorisme dalam negeri, lanjut Taufan, mereka yang aktif melakukan aksi terorisme, sekadar bergabung menjadi anggota atau ikut pelatihan kelompok terorisme bisa dijerat pidana.
"Nah sebagian dari mereka kan ada yang terlibat itu. Tindakan Indonesia ini apa gitu? Proses penegakan hukumnya gimana harus diperjelas. Apakah kita bawa mereka ke mekanisme internasional? Atau dalam negeri? Kan ini enggak jelas, cuma bilang enggak mau bawa pulang," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Tak Akan Pulangkan WNI Eks ISIS ke Indonesia
Penegakan hukum dinilainya penting sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia di mata dunia internasional. Negara lain, kata Taufan, bisa saja meminta tanggung jawab Indonesia jika ada warga negaranya terbukti aktif terlibat dalam ISIS.
"Internasional akan minta tanggung jawab kita juga, gimana ini wong ada orang Indonesia terlibat kok, kemudian dia dibiarkan keluyuran kemana-mana, kan enggak mungkin. Jangan lupa loh, Indonesia ini anggota Dewan Keamanan PBB dan anggota Dewan HAM PBB. Kalau kita bilang oh itu bukan warga negara kami, ya enggak bisa dong," katanya.
Catatan lainnya, Taufan menyoroti nasib mereka yang tidak teridentifikasi sebagai kombatan aktif, misalnya kelompok anak-anak.
"Anak 10 tahun dalam sistem peradilan anak saja di Indonesia itu mereka tidak bisa dikenakan pidana karena belum memiliki kesadaran hukum," kata dia.
"Di kita kan sistem peradilan anaknya mengatakan di bawah 16 tahun tidak bisa dipidana. Itu pun kalau dia diancam hukuman di bawah 7 tahun. Jadi kalau 16 tahun ke atas, ancaman hukumannya di atas 7 tahun bisa diadili. Kalau di bawah tadi ya dipulangkan ke keluarga," lanjut dia.
Berdasarkan hukum internasional, anak-anak yang terlibat sebagai kombatan tidak bisa disebut sebagai pelaku, melainkan korban.