Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Uji Materi UU Kementerian Negara, Hakim MK Pertanyakan Keberadaan Wakil Menteri

Kompas.com - 10/02/2020, 15:01 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyoal tentang kedudukan wakil menteri.

Dalam sidang, Majelis Hakim MK meminta perwakilan pemerintah dan presiden menjelaskan lebih detail alasan keberadaan wakil menteri yang kedudukannya diatur dalam Pasal 10.

Pasal 10 berbunyi, "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu".

Baca juga: Pemerintah Nilai Wakil Menteri Tetap Konstitusional meski Tak Diatur UUD 45

Hakim meminta perwakilan pemerintah dan presiden menjelaskan makna "penanganan secara khusus" yang dimuat dalam pasal tersebut.

"Penjelasan (dalam UU Kementerian Negara) juga tidak menjelaskan soal itu," kata Hakim Enny Nurbaningsih dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).

Dalam persidangan, hadir mewakili pemerintah dan presiden Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Ardiansyah.

Menurut Majelis Hakim, perwakilan pemerintah dan presiden itu punya kewenangan untuk menjelaskan proses pembentukan UU Kementerian Negara, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan jabatan wamen yang dimuat di Pasal 10.

"Pada saat pembahasan soal (pasal) itu, (frasa) membutuhkan penanganan secara khusus itu, itu perdebatannya seperti apa, terutama dari pemerintah," ujar Enny.

Enny mengatakan, penting untuk mengetahui alasan pembentukan pasal yang mengatur jabatan wamen ini.

Sebab, dari era presiden ke presiden lainnya, jumlah wakil menteri berbeda-beda. Sehingga, harus diketahui kondisi suatu pemerintahan dinyatakan membutuhkan "penanganan secara khusus" sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Kementerian Negara.

"Pada saat pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono itu kan ada jumlahnya 18 wamen, kemudian ketika pemerintahan Presiden Jokowi yang sekarang itu kan 12 wamen, dari 12 dan 18 itu kalau kita sandingkan ada yang kemudian wamennya dulu ada sekarang enggak ada, yang sekarang ada dulunya enggak ada," ujar Enny.

"Terus apa kemudian kriteria yang bisa memahami terkait dengan penanganan secra khusus tersebut," lanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke MK.

Secara spesifik, aturan yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 10 yang mengatur mengenai jabatan wakil menteri.

Baca juga: Pemerintah Tak Ingin Jabatan Wakil Menteri Dianggap Pemborosan Anggaran

Pemohon dalam perkara ini adalah seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.

"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, usai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Pemohon menilai, Pasal 10 Undang-undang Kementerian Negara bertentangan dengan tiga pasal dalam UUD 1945, yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com