Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dapat Dukungan Kekuatan Baru dalam Penanganan Kasus Pengadaan Mesin Pesawat Garuda

Kompas.com - 09/02/2020, 09:10 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK mendapatkan dukungan kekuatan baru dalam penanganan kasus pengadaan mesin pesawat di Garuda Indonesia.

Dukungan itu diraih lewat kesepakatan antara lembaga antikorupsi Inggris, yakni Serious Fraud Office (SFO) dan pihak Airbus SE.

Di Indonesia, KPK sudah menangani kasus ini dengan menjerat tiga orang, yakni mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.

Baca juga: Saksi Ungkap Beda Pendapat Emirsyah Satar dan Eks Direktur Garuda soal Perawatan Mesin

"Dukungan itu berupa kesepakatan Deferred Prosecution Agreement (DPA) antara Serious Fraud Office (SFO) dengan Airbus SE. Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi SFO dan penegak hukum lain di Inggris atas kesepakatan ini," kata Ali dalam keterangan tertulis, Minggu (9/2/2020).

Sejak awal menangani perkara ini, kata Ali, KPK juga telah bekerja sama dengan otoritas penegak hukum di beberapa negara terkait, di antaranya SFO di Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau di Singapura.

"Berdasarkan kesepakatan DPA ini, SFO bersedia menunda proses penuntutan pidana terhadap Airbus SE. Syaratnya, Airbus SE bersedia bekerja sama penuh dengan penegak hukum dengan mengakui perbuatan, membayar denda, dan melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan," kata Ali.

Baca juga: Sidang Emirsyah Satar, Saksi Sebut Penggunaan Pesawat CRJ1000 Tak Hasilkan Profit

Airbus SE, lanjut dia, bersedia membayar denda sekitar 991 juta euro kepada Pemerintah Inggris. Jumlah tersebut adalah bagian dari kesepakatan global sebesar 3,6 miliar euro yang dibayarkan Airbus SE kepada pemerintah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.

"Kesepakatan DPA adalah hasil penyidikan yang dilakukan SFO terhadap dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus SE kepada pejabat-pejabat yang ada di 5 yurisdiksi Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada kurun waktu 2011-2015," ujar Ali.

Ia meyakini, kesepakatan DPA itu bisa memperkuat alat bukti dalam penyidikan dan penuntutan perkara yang menjerat tiga orang di Indonesia. Emirsyah dan Soetikno saat ini menjalani tahap persidangan.

Sementara Hadinoto masih menjalani tahap penyidikan di KPK.

Baca juga: Selain Suap, Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Juga Didakwa Pencucian Uang

"Dalam dokumen Approved Judgement dan Statement of Facts yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DPA, terdapat uraian fakta terkait dugaan pemberian suap kepada pejabat PT Garuda Indonesia," katanya.

"Fakta tersebut sudah sejalan dengan fakta-fakta yang ditemukan pada penanganan perkara Garuda oleh KPK. Saat ini terdakwa Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sedang menjalani proses persidangan dan tersangka HDS (Hadinoto) masih dalam proses penyidikan," lanjut Ali.

Dalam perkara ini, Emirsyah didakwa menerima suap dari pendiri sekaligus mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Jaksa menuturkan, uang yang diterima Emirsyah dari Soetikno berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing. Ia merinci, uang suap itu terdiri dari Rp 5.859.794.797, 884.200 dollar Amerika Serikat, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.

Sementara itu, Hadinoto yang masih berstatus tersangka diduga menerima suap dari Soetikno sekitar 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com