JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon uji materi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memperbaiki permohonannya.
Mahkamah meminta supaya pemohon, yang tidak lain adalah 19 tenaga honorer, mencantumkan dasar pengujian atau alasan konstitusionalitas yang berbeda dari uji materi UU ASN yang sebelumnya sudah pernah dilakukan.
Jika tidak, pokok permohonan pemohon tidak akan dipertimbangkan oleh Mahkamah.
Baca juga: Penggugat UU ASN Ingin MK Maknai Tenaga Honorer Bagian dari PPPK
"Yang paling penting betul adalah soal keterpenuhan syarat Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Mahkamah Konstitusi tadi. Sebab kalau itu Anda tidak bisa melewatinya, maka pokok permohonan tidak akan dipertimbangkan oleh Mahkamah," kata Hakim Saldi Isra dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Kedua pasal yang disinggung Saldi merupakan pasal yang mengatur tentang materi undang-undang yang pernah diuji.
Kedua pasal itu dimuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal 60 ayat (1) berbunyi, "Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali".
Sedangkan ayat (2) mengatakan, "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda".
Saldi mengatakan, empat pasal yang digugat dalam perkara ini sebelumnya sudah pernah digugat di MK.
Keempat pasal itu ialah, Pasal 1 angka 4, Pasal 6, Pasal 58 ayat (1), serta Pasal 99 ayat (1) dan (2). Seluruhnya mengatur tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pasal 1 angka 4 sudah pernah diputus dalam permohonan perkara Nomor 9 Tahun 2015, kemudian Pasal 6 sudah pernah diputus dalam permohonan Nomor 86 Tahun 2014.
Pasal 58 ayat (1) sudah pernah diputus dalam putusan Nomor 6 Tahun 2019. Terakhir, Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) juga sudah pernah diputus dalam putusan Nomor 9 Tahun 2015.
Menurut Saldi, jika pemohon tak mencantumkan dasar pengujian atau alasan konstitusional yang berbeda, pemohon tak memenuhi ketentuan Pasal 60 UU MK.
"Kalau nggak bisa ditemukan itu nanti permohonan saudara tidak bisa melewati Pasal 60 (Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011) itu," kata Saldi.
Diberitakan sebelumnya, ketentuan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dimuat dalam Undang-Undang ASN digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh 19 tenaga honorer.
Dalam gugatannya, para tenaga honorer meminta MK memaknai PPPK bukan hanya sebagai pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja, tetapi juga mengkategorikan tenaga honorer sebagai salah satu bagian dari PPPK itu sendiri.
Baca juga: Empat Pasal UU ASN yang Digugat 19 Tenaga Honorer Sudah Pernah Diuji
Ketentuan soal PPPK ini dimuat dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
"Jadi intinya begini, di Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 itu kan disebut ASN terbagi dua, yang satu PNS, yang satunya lagi PPPK. Jadi yang PPPK itu seharusnya dimaknai PPPK itu ada honorer, guru tidak tetap atau seperti yang di Jakarta sekarang KKI (Kontrak Kerja Individu) namanya," kata Kuasa Hukum pemohon, Hechrin Purba, usai persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.