3. Investigasi dan hasilnya
Atas dugaan keberadaan desa fiktif tersebut, pihak Kementerian Dalam Negeri melakukan investigasi ke 56 desa di Konawe.
Kemendagri melakukan pengecekan langsung ke desa-desa yang disebut fiktif itu. Kemendagri juga mengecek administrasi faktual desa tersebut, bekerja sama dengan pihak kepolisian.
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan menyebutkan, pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, hingga Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dalam proses investigasi ini.
Berdasar temuan Kemendagri, ke-56 desa tersebut nyata keberadaannya serta sah secara historis dan sosiologis.
Baca juga: Kemendagri: 56 Desa di Konawe Sah Secara Historis dan Sosiologis
Meskipun desa-desa tersebut dibentuk sebelum adanya Undang-Undang Desa, keseluruhannya tidak serta merta menjadi fiktif.
“Mempedomani Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan dalam Pasal 116 ayat (1) menyatakan bahwa desa yang sudah ada sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tetap diakui sebagai desa. Maka 56 Desa tersebut secara historis dan sosiologis sah sebagai desa,” kata Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan, di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, pada 18 November lalu.
"Sebenarnya tidak fiktif, kita garis bawahi, tidak fiktif," lanjutnya.
Baca juga: Kemendagri Sebut Bupati Tanggung Jawab jika Desa Bermasalah di Konawe Tak Selesai
Meski ke-56 dipastikan ada keberadaannya, Kemendagri menemukan, pembentukan desa tersebut cacat hukum.
Sebab, landasan hukum yang menjadi dasar pembentukan desa, yaitu Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang pembentukan dan pendefinitifan desa-desa dalam wilayah Kabupaten Konawe, dibentuk tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD.
"Karena diduga bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara, maka 56 desa tersebut baik kepala desa maupun perangkat desanya telah diminta keterangan dan didalami lebih lanjut oleh pihak yang berwajib yaitu Polda Provindi Sulawesi Tenggara," ujar Nata.