JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan, isu perkawinan anak merupakan hal mendesak yang harus segera diselesaikan.
Hal itu disampaikan Suharso dalam Peluncuran Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) dan Publikasi Laporan Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda.
"Percepatan yang tidak bisa ditunda adalah pencegahan perkawinan anak. Presiden memandatkan pencegahan perkawinan anak pada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)," kata Suharso di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
"Hal ini menunjukkan perkawinan anak menjadi isu mendesak dan harus diselesaikan," lanjut dia.
Baca juga: Pemahaman Masyarakat Rendah Jadi Tantangan Pemerintah Cegah Perkawinan Anak
Suharso menuturkan, Presiden Joko Widodo telah memprioritaskan agenda pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada periode kedua kepemimpinannya.
SDM yang unggul, lanjut Suharso, diperlukan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaya saing di tingkat global.
"Salah satu tantangan besar dalam pembangunan SDM adalah perkawinan anak. Hal ini dikarenakan perkawinan anak merupakan sebuah bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran hak anak," kata Suharso.
Perkawinan anak juga dinilainya memiliki kaitan pada peningkatan angka kematian ibu dan balita, stunting, putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan antargenerasi.
Baca juga: Kementerian PPPA Targetkan Tahun 2024 Perkawinan Anak Turun 8,4 Persen
Ia menyatakan, persentase perkawinan anak di Indonesia masih cukup tinggi.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018, kata Suharso, 11,2 persen anak Indonesia mengalami pernikahan dini.
"Jadi 11,2 persen dari jumlah anak-anak Indonesia kehilangan masa depannya atau setidaknya terpaksa dikawinkan pada usia dini," kata dia.
Menurut Suharso, perkawinan anak merupakan isu yang kompleks sehingga diperlukan strategi yang sistematis, komprehensif, terpadu, implementatif dan tepat sasaran.
Oleh karena itu, Bappenas didukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meluncurkan Stranas Pencegahan Perkawinan Anak yang terdiri dari 5 strategi pokok.
Pertama, optimalisasi kapasitas anak, dengan memastikan anak memiliki kompetensi dan mampu menjadi agen perubahan.
Kedua, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, dengan menguatkan peran orang tua, keluarga, organisasi kemasyarakatan, sekolah dan pesantren untuk mencegah perkawinan anak.