Berkas perbaikian permohonan itu harus dikirimkan kemnali ke Mahkamah selambat-lambatnya 17 Februari 2020.
Diberitakan sebelumnya, ketentuan tentang mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang dimuat dalam Undang-undang Pilkada diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: 2 Permohonan Pengujian UU KPK Hasil Revisi Ditolak MK, Ini Rinciannya
Pemohon dalam perkara ini adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara bernama Michael.
Ia menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 176, karena dinilai tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis.
"Pertama bahwa Pasal 176 sendiri tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis," kata penggugat dalam sidang pendahuluan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).
Dalam Pasal 176 Ayat (1) UU Pilkada disebutkan bahwa jika wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
Menurut Michael, bunyi ketentuan tersebut, berikut empat ayat setelahnya, melanggar syarat penetapan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah jalur perseorangan yaitu mengantongi dukungan 50 persen suara+1.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.