Stranas PK dianggap sebagai terobosan baru dalam rangka memperkuat upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Dengan adanya Stranas PK, upaya pencegahan korupsi diyakini bisa terkonsolidasi.
Namun, implementasi Stranas PK masih memiliki catatan. Pada sekitar September 2019, ICW menilai Stranas PK ini belum terimplementasi dengan baik. Namun demikian, ICW memandang program ini memang memiliki konsep bagus.
Peneliti ICW Tama S Langkun menyampaikan hal itu berdasarkan hasil penelitian ICW bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di tujuh daerah yaitu Surabaya, Malang, Pekanbaru, Makassar, Banda Aceh, Jember, dan Jakarta.
"Problemnya adalah pada implementasi. Nah ketika kita bicara implementasi, tentu saja bebannya itu tidak hanya pada timnas tapi di daerah-daerah lainnya," kata Tama dalam seminar publik di Gedung ACLC KPK, Selasa (24/9/2019).
Tama menuturkan, beberapa masalah yang ditemukan dalam penelitian ICW adalah minimnya partisipasi publik. Misalnya, ada beberapa daerah yang belum membuka akses publik terhadap informasi terkait perkara hukum.
Selain itu, ICW juga menyoroti belum terbentuknya Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) di sejumlah daerah untuk mengurus pengadaan.
Menurut Tama, ada beberapa hal yang mengambat pembentukan UKPBJ, yakni masalah kekurangan sumber daya manusia dan keterbatasan sistem teknologi informasi.
Selain itu, masih banyak pula daerah yang belum menerapkan e-katalog lokal serta melakulan konsolidasi pengadaan barang dan jasa.
Senada dengan Tama, Sekjen TII Dadang Trisasongko juga melihat substansi dari Stranas PK sudah bagus. Karena, mampu menjawab masalah mendasar terkait korupsi di Indonesia. Meski demikian, lagi-lagi implementasi Stranas PK dinilai masih belum maksimal.
"Hambatan utama pelaksanaan Stranas PK sejauh ini pada adopsi program itu oleh kementerian, kemudian di daerah-daerah. Tidak semua daerah itu tahu substansi program itu. Di tingkat kementerian memang lebih solid, karena secara kelembagaan lebih baik dari zaman dulu. Dulu kan pakainya Inpres dan itu hanya pemerintah, sekarang itu di dalamnya ada KPK. Sehingga, ada sinergi antara pemerintah dan KPK di pencegahan," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (28/1/2020).
Pelaksanaan aksi Stranas PK juga dinilainya masih sebatas pada ada tidaknya program dan apakah program itu sudah dijalankan atau belum. Belum menyoroti pada dampak yang dihasilkan dari Stranas PK ini.
Tergantung pada kepemimpinan presiden
Menurut Dadang, kepemimpinan Jokowi dinilainya paling menentukan dalam pelaksanaan Stranas PK. Ia berharap, Jokowi bisa menjadikan capaian implementasi Stranas PK untuk mengukur kinerja para menterinya di kabinet.
"Kalau dia tidak diukur dan menentukan kinerja seorang menteri atau kepala lembaga gitu, itu nanti akan gitu-gitu aja," kata dia.
Ia menilai, pelaksanaan Stranas PK perlu koordinasi antar kementerian atau lembaga serta supervisi yang kuat dari Presiden Jokowi. Jika perlu, kinerja implementasi Stranas PK bisa jadi ukuran dalam melakukan reshuffle menteri.
Baca juga: Strategi Nasional Pencegahan Korupsi Akan Dievaluasi Tiap 2 Tahun
"Karena kalau dianggap korupsi itu kejahatan serius ya harus diperhatikan. Dan selama ini kan setahun terakhir Presiden selalu ngomong yang penting pencegahan, yang penting pencegahan, tapi kalau tidak dikawal betul oleh Presiden, ya, itu wacana saja pencegahan itu. Hanya sebatas rumusan program saja," kata dia.
Ia yakin, pelemahan KPK akan berpengaruh terhadap kewibawaan KPK sendiri sebagai institusi dalam mengoordinasikan Stranas PK.
"Kekuatan dia dalam merekomendasikan akan berpengaruh gitu ya. Kalau sekarang lemah KPK-nya dalam fungsi penindakan, maka pandangan lembaga lain terhadap KPK itu akan beda. Ini kalau tidak disokong oleh kekuatan leadership Presiden, ini bisa melempem ini Stranas PK ini," katanya.
"Dulu kan KPK digandeng karena memiliki kekuatan penegakan hukum yang prudent, efektif dan itu akan memengaruhi lembaga lain untuk ikut mendorong reformasi," sambung Dadang.
Baca juga: KPK Berharap Presiden Bisa Memperkuat Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
Di tengah situasi KPK yang sudah dilemahkan, Dadang pun mengusulkan agar Presiden Jokowi memperkuat kembali peranan tim Saber Pungli.
"Untuk memberikan efek kejut, efek kejut, dan mendorong orang buat berbenah. Nanti kalau efek kejutnya hilang, itu momentum orang untuk berbenah itu hilang juga," katanya.
Jadi, Presiden Jokowi harus mengombinasikan kerja Kejaksaan, Kepolisian, Inspektorat Jenderal di kementerian dan lembaga untuk mengefektifkan kembali tim Saber Pungli ini.
"Kalau di situasi sekarang ini, itu sangat dibutuhkan," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.