"Tidak terpenuhinya asas keterbukaan ini dapat dilihat dari keputusan revisi yang diambil tiba-tiba serta pembahasan yang dilakukan tertutup dalam waktu yang sangat terbatas," kata kuasa pemohon, Zico Leonard, dalam gugatan permohonan.
Selain itu, pemohon juga menyoal rapat paripurna DPR yang hanya dihadiri 80 anggota DPR.
Sementara dalam gugatan materil, para penggugat menyoal syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
Sejumlah syarat di antaranya tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi bagian KPK.
Pada sidang pembacaan putusan yang digelar Rabu (29/1/2020), MK memutuskan untuk menolak gugatan uji materi UU KPK yang dimohonkan dua orang advokat bernama Martinus Butarbutar dan Risof Mario.
Gugatan tersebut mempersoalkan Pasal 37C ayat (2). Dalam pasal itu disebutkan bahwa "ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden".
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan pokok permohonan pemohon tidak dapat diterima.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan bahwa mereka tidak dapat memahami kerugian konstitusional yang dialami pemohon atas Pasal 37C ayat (2).
Para pemohon menyebutkan bahwa keberadaan UU KPK dalam praktik penyelenggaraan negara mengancam seluruh rakyat Indonesia. Padahal, pasal yang dipersoalkan pemohon memuat tentang pengaturan organ pengawas KPK melalui Peraturan Presiden.
Mahkamah menyebut, kerugian konstitusional para pemohon tidak secara spesifik dan aktual dimuat dalam Pasal 37C ayat (2) itu.
"Para pemohon hanya menguraikan kerugian secara umum atas keberlakuan UU KPK, namun tidak secara jelas dan detail kerugian sesungguhnya yang diderita oleh para pemohon," ujar hakim.
"Sehingga tidak nampak adanya hubungan sebab akibat dari keberlakuan Pasal 37C ayat (2) UU KPK dengan kerugian yang diderita oleh para pemohon," lanjutnya.
Tidak hanya itu, profesi pemohon sebagai advokat dinilai Mahkamah tidak cukup kuat kedudukannya.
Sehingga, Mahkamah menilai pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional.
"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukun untuk mengajukan permohonan a quo," kata Anwar.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar di MK, Rabu (18/12/2019), penggugat menyampaikan isi permohonan uji materi mereka, yang banyak menyoal tentang keberadaan Dewan Pengawas KPK.
"Di dalam undang-undang itu tidak ada yang namanya Dewan Pengawas KPK, Dewan Pengawas itu ya KPK itu sendiri ternyata," kata Martinus Butarbutar yang dalam permohonan ini juga bertindak sebagai kuasa hukum.
Argumen Martinus itu didasari pada Pasal 21 ayat 1 huruf a UU KPK. Di situ disebutkan bahwa, KPK terdiri atas Dewan Pengawas yang berjumlah lima orang, pimpinan KPK yang terdiri dari lima orang anggota KPK, dan pegawai KPK.
Baca juga: MK: UU Pemilu dan UU KPK Baru Paling Banyak Digugat Selama 2019