Ia diduga sengaja memanipulasi keberadaan Harun Masiku.
Baca juga: Dianggap Rintangi Kasus Harun Masiku, Yasonna Salahkan Sistem Keimigrasian
Dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan Yasonna itu kemudian dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK tengah mendalami laporan tersebut.
Selanjutnya, selain Airlangga dan Yasonna yang punya jabatan strategis di partai, ada Johnny G Plate yang menjabat sebagai Sekjen NasDem dan Suharso Monoarfa yang menjabat sebagai Plt Ketua Umum PPP.
Kemudian, Edhy Prabowo menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
Selama 100 hari menjabat, pro dan kontra mewarnai sejumlah kebijakan yang diambil para menteri dari kalangan parpol ini.
Salah satunya adalah kebijakan penghapusan tenaga honorer yang dinyatakan Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo.
Ia mengatakan pemerintah akan menghapus tenaga honorer secara bertahap hingga selesai pada 2023.
Baca juga: Pejabat yang Tempatkan Honorer untuk Isi Jabatan ASN Bakal Disanksi
"Pemerintah mulai 2018 sudah melakukan penyaringan termasuk tes ulang kembali, mana-mana yang bisa memenuhi standar. Bagi (tenaga honorer) yang tidak memenuhi standar pun pemerintah akan berupaya melalui pemda dengan membuka program pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)," kata Menpan RB Tjahjo Kumolo di Batang, Jawa Tengah. Kamis (23/1/2020).
"Jangan sampai (bagi tenaga honorer) karena faktor usia yang tidak memungkinkan menjadi aparatur sipil negara (terabaikan), tetapi tetap akan diperhatikan," ujarnya.
Kebijakan tersebut telah melalui persetujuan dengan Komisi II DPR. Rencana penghapusan tenaga honorer itu mengacu pada UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan PPPK.
Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sempat membuat ramai karena rencananya membuka keran ekspor benih lobster.
Pembukan keran ekspor itu dengan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Meski menuai protes, Edhy menyatakan tak akan mundur.
Menurut dia sebagai seorang menteri, pihaknya harus mengutamakan kepentingan nelayan dan lingkungan meski banyak yang menertawakannya. Disebutkan, hingga kini wacana tersebut masih terus dikaji.
Baca juga: Menteri Edhy Revisi 29 Peraturan KKP, Baby Lobster Kini Bisa Dijual
"Anda pasti tertawa tentang lobster. Saya tidak akan mundur. Akan terus saya perjuangkan demi keberlanjutan nelayan kita, lingkungan kita, dan alam kita," kata Edhy di Jakarta, Rabu (18/12/2019).