Menurut dia, kualitas tenaga honorer pun tidak selalu lebih buruk dari ASN. Sebaliknya, tidak sedikit ASN yang kesulitan mengikuti ritme kerja di instansinya karena kemampuan yang tidak sesuai dengan tuntutan di lapangan.
"Jadi mungkin kalau mau mengevaluasi tenaga honorer perlu dipertimbangin juga untuk mengevaluasi proses seleksi CPNS. Sudah tepatkah? Sudah sesuai sasarankah?" ujar Nisa.
Dihubungi secara terpisah, Muhammad, seorang tenaga honorer di pemerintah provinsi, juga menilai bahwa kebijakan pemerintah ini tidak tepat.
Tak jauh berbeda dengan Nisa, alasannya adalah bahwa seleksi CPNS dibatasi dengan umur.
"Kasihan honorer yang sudah bertahun-tahun mengabdi kalau ujungnya bakal diberhentikan begitu saja. Jadi mau dikasih waktu lima tahun buat tes juga percuma kalau ada batasan umur," tutur Muhammad.
Baca juga: Tenaga Honorer Akan Dihapus Bertahap
Sementara itu, pegawai honorer di sebuah kementerian pusat yang hanya mau dipanggil Tia, menilai bahwa kebijakan pemerintah ini sudah tepat.
Sebab, jika tujuan akhirnya adalah menghilangkan tenaga honorer di setiap kementerian dan lembaga, proses itu memang butuh waktu yang tidak singkat.
"Menurut saya lima tahun waktu yang cukup apalagi jika tiap tahun dibuka seleksi CPNS dan PPPK," ujar dia.
Atas kebijakan pemerintah ini, Tia dan Muhammad berencana untuk terus mengikuti seleksi CPNS hingga batas wakti maksimal.
Baca juga: Siap-siap CPNS, Berikut Jadwal dan Lokasi SKD di Jabodetabek
Keduanya ingin memperjuangkan status mereka untuk dapat diangkat sebagai ASN.
Berbeda dari keduanya, Nisa berencana untuk mempersiapkan karier lainnya jika pada tahun 2020 ini dirinya tak lulus seleksi CPNS.
Menurut dia, masih banyak kesempatan pekerjaan yang lebih baik alih-alih terus menerus menjadi tenaga honorer.
"Kalau terus bertahan jadi honorer gajinya enggak naik-naik. Padahal di luar kesempatan masih ada. Kayak temen-temenku tiap tahun gajinya naik, masa mau terus jadi honorer dengan gaji yang sama terus," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.