JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyarankan pemerintah agar fokus terhadap tujuh hal berikut dalam melakukan penyelidikan dan penyelesaian kasus asuransi pelat merah, Jiwasraya.
Pertama, pemerintah harus dapat memastikan berapa besaran kerugian negara yang ditimbulkan akibat hal tersebut.
Meski sejumlah pihak termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memperkirakan bahwa kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun, namun investigasi atas kerugian negara harus dilakukan secara akurat.
Baca juga: Kasus Jiwasraya dan Asabri, SBY Sebut Tak Perlu Ada Gerakan Turunkan Jokowi
Kedua, aparat penegak hukum perlu memastikan penyebab utama jebolnya keuangan di BUMN asuransi ini.
“Benarkah jebolnya keuangan di BUMN ini karena penempatan (placement) dana investasi perusahaan pada saham-saham yang berkinerja buruk? Penempatan dana perusahaan yang ceroboh dan keliru ini disengaja atau tidak?” tulis SBY dalam catatan yang diunggah melalui akun Facebook pribadinya, Senin (27/1/2020).
“Apakah memang penempatan dana korporat yang salah ini disengaja karena ada yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi?” imbuh dia.
Baca juga: SBY Duga Ada Niat Jatuhkan Pejabat saat Wacana Awal Pembentukan Pansus Jiwasraya
Berikutnya, harus dipastikan siapa yang membobol Jiwasraya. Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan.
Kemudian, bos PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.
“Benarkah hanya 5 orang sebagaimana yang diduga oleh Kejaksaan Agung kita? Adakah aktor intelektual yang bekerja “di belakang”? Hal ini sangat penting agar negara tidak salah mengadili dan menghukum seseorang,” ungkapnya.
Baca juga: SBY: Saya Tak Pernah Dilapori Ada Krisis Serius di Jiwasraya
Selanjutnya, aparat penegak hukum juga harus memastikan apakah ada aliran dana dari kasus ini yang digunakan sebagai dana politik.
SBY menyatakan, investigasi ini perlu dilakukan untuk menjawab dugaan masyarakat yang menduga ada aliran dana yang masuk ke tim sukses Pilpres 2019 lalu.
Menurut dia, tuduhan seperti ini sama seperti kasus bailout Bank Century terjadi pada masa kepemimpinannya.
Baca juga: SBY: Saatnya Negara Lakukan Koreksi dan Perbaikan Total
Bahkan, pada saat itu DPR sampai membentuk panitia khusus untuk mengusutnya lantaran menduga ada aliran dana yang masuk ke timses SBY saat Pilpres 2009 lalu.
“Karenanya, untuk membersihkan nama baik partai politik tertentu dan Presiden Jokowi sendiri, penyelidikan tentang hal ini patut dilakukan. Biar gamblang, dan rakyat mendapatkan jawabannya. Saya pribadi tidak yakin kalau Pak Jokowi sempat berpikir agar tim suksesnya mendapatkan keuntungan dari penyimpangan yang terjadi di Jiwasraya tersebut,” ujarnya.
Pemerintah, imbuh dia, juga harus menjamin dana nasabah aman.
Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besaran uang rakyat yang harus dijamin dan dikembalikan tepat pada saatnya.
Baca juga: Kasus Jiwasraya, SBY Heran Pemerintahannya Dituding Bersalah
Hal itu agar tidak ada satu pun masyarakat yang dirugikan dalam kasus ini.
Apalagi, sebut SBY, yang menjadi korban dari kasus ini tak hanya WNI tetapi juga ada yang dari Korea Selatan sebanyak 474 orang dengan nilai Rp 574 miliar.
“Kalau tidak ada jaminan yang pasti, dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan para nasabah asuransi di Indonesia secara keseluruhan. Juga akan merusak kepercayaan pasar, baik domestik mupun internasional, terhadap sistem dan pengelolaan keuangan di negeri kita,” pungkasnya.
Baca juga: Kejagung Dalami Keterlibatan Bos Properti Tan Kian di Kasus Jiwasraya
Keenam, SBY menyarankan, agar investigasi juga diarahkan untuk mencari kaitan modus kejahatan yang terjadi di Jiwasraya dengan BUMN lain.
Jika dalam investigasi ditemukan adanya kaitan, maka pemerintah harus melakukan bersih-bersih total.
Hal itu disebabkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kejahatan yang terorganisasi yang dilakukan oleh aktor intelektual di belakangnya.
Terakhir, pemerintah juga harus mencari solusi dan penyelesaian ke depan secara menyeluruh.
Baca juga: Kejaksaan Agung Geledah 3 Kantor Terkait Kasus Korupsi Jiwasraya
Misalnya, dengan memperbaiki pemberian sanksi kepada para pelakunya, menyehatkan kembali keuangan korporat serta memberikan jaminan dan pengembalian uang milik nasabah.
“Ke depan harus ditingkatkan kepatuhan kepada undang-undang, sistem dan aturan; ‘judgement’ jajaran manajemen yang jauh lebih baik; serta pengawasan yang lebih seksama dari otoritas jasa keuangan, parlemen dan pemerintah terhadap jajaran BUMN,” ungkapnya.
Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah, SBY menyarankan agar dibentuk Lembaga Penjamin Polis melalui sebuah undang-undang, agar didapat kepastian hukum untuk itu.
Baca juga: Ketua MPR Minta BPK Audit Menyeluruh Jiwasraya, Asabri, hingga BPJS
Pemerintah, sebut dia, memang terlambat menjalankan kewajibannya untuk membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut.
"Kalau Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 yang saya tandatangani pada bulan Oktober 2014 dulu diindahkan dan dilaksanakan, maka paling lambat bulan Oktober 2017 kita sudah punya Lembaga Penjamin Polis," ujarnya.
“Namun, dalam suasana seperti sekarang ini tak perlulah pemerintah harus disalahkan secara berlebihan. Tak baik mengambil keuntungan politik ketika orang lain sedang susah. Tak ada pahalanya. Yang penting, pemerintah segera menerbitkan undang-undang dan membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.