JAKARTA, KOMPAS.com - Syair "Indonesia Raya" yang menjadi lagu kebangsaan Republik Indonesia ternyata kali pertama dipublikasikan dalam sebuah koran yang dibuat oleh warga etnis Tionghoa.
Adalah Koran Sin Po, media pertama yang mempublikasikan syair gubahan Wage Rudolf Supratman itu.
Menurut Asvi Warman Adam, dalam buku yang ditulis Ang Yan Goan, syair "Indonesia Raya" dimuat pada 1930-an.
Baca juga: Koran Sin Po, Pelopor Istilah Indonesia yang Hilang dari Catatan Sejarah...
Namun, dalam arsip yang diperlihatkan Djoko Utomo sewaktu menjabat Kepala Arsip Nasional RI, syair lagu kebangsaan itu dipublikasikan Sin Po pada terbitan 27 Oktober 1928.
Dengan demikian, ada kemungkinan "Indonesia Raya" sudah "dibocorkan" di Sin Po, sebelum diperdengarkan secara instrumentalia pada saat pengikraran Sumpah Pemuda. Penulis syair "Indonesia Raya" sendiri, WR Supratman, dikenal sebagai wartawan Sin Po sejak 1925.
Dalam artikel "Pers Tionghoa, Sensibilitas Budaya, dan Pamali" yang ditulis Agus Sudibyo di harian Kompas (2001), Sin Po diterbitkan pada Oktober 1910 oleh kalangan muda Tionghoa di Jakarta. Sin Po dikenal sebagai media yang mendukung kaum revolusioner Tiongkok.
Baca juga: Siauw Giok Tjhan, Penggemar Cerita Detektif yang Ajak Pemuda Tionghoa Dukung Kemerdekaan RI
Asvi Warman Adam menulis, seorang redaktur Sin Po bernama Ang Yan Goa menjelaskan, koran yang bermula dari mingguan itu sejak awal mempunyai misi mengembangkan nasionalisme Tiongkok. Karena itu, Sin Po akrab dengan Konsulat Jenderal Tiongkok di Batavia.
Menurut Agus Sudibyo, sikap politik Sin Po sempat membuat koran itu terlibat polemik dengan media pribumi. Sin Po dianggap tidak punya kontribusi bagi pergerakan nasional.
Kemudian, karena aturan pemerintah, nama Sin Po sempat berubah menjadi Pantjawarta pada Oktober 1958, dan berganti menjadi Warta Bhakti pada tahun 1960-an.
Nasib Sin Po berakhir di ambang kelahiran Orde Baru.
Karena dianggap simpatisan Partai Komunis Indonesia dan terlibat Gerakan 30 September 1965, koran yang sudah bernama Warta Bhakti itu kemudian dilarang terbit sejak 1 Oktober 1965.
Kekerasan yang terjadi pasca-G30S 1965 itu tidak hanya mematikan eksistensi Sin Po. Secara perlahan, perannya dalam pergerakan kebangsaan pun mengelupas dalam catatan sejarah.
Baca juga: Monash University Digitalkan Koleksi Koran Sin Po
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.