Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang Widjojanto Nilai Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Mesti Dilihat Hati-hati

Kompas.com - 25/01/2020, 14:58 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai, kenaikan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2019 dari angka 38 menjadi 40 harus dilihat secara hati-hati.

Bambang Widjojanto mengatakan, Indonesia beruntung karena survei menjadi dasar IPK itu sebagian besar dilakukan pada awal dan pertengahan tahun, bukan pada akhir tahun.

"Jika saja survei dilakukan mendekati akhir tahun, dipastikan skor IPK Indonesia versi TI akan jeblok dan nyungsep karena indikasi kuat terjadinya intensitas tragedi dan skandal pemberantasan korupsi pada tiga-empat bulan menjelang akhir tahun 2019," kata BW dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/1/2020).

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2019 Naik Jadi 40

Pria yang akrab disapa BW itu melanjutkan, kenaikan IPK itu tidak perlu disambut dengan berlebihan. Sebab, kenaikan IPK di negara-negara tetangga justru lebih besar dibanding kenaikan IPK Indonesia.

BW pun mencontohkan Malaysia yang IPK-nya naik 11 poin dari 47 pada 2018 menjadi 58 pada 2019.

Begitu pula Vietnam yang mampu menggenjot IPK-nya sebanyak 4 poin.

"Pada 2019, skor IPK Vietnam menjadi 37, padahal tahun lalu hanya 33 saja. Indonesia juga kalah dari Timor Leste yang meningkat 3 poin sehingga skornya menjadi 38," ujar BW.

BW pun turut mengkritik kebijakan Pemerintah yang dinilainya melemahkan KPK dengan menghilangkan otonomi dan kekuasaan KPK.

Baca juga: Indeks Demokrasi RI Peringkat Ke-64 Dunia, Pilpres Tak Langsung Jadi Ancaman

Padahal, kata BW, Pemerintah tengah berupaya menarik investor dari luar negeri yang justru membutuhkan kepastian hukum, salah satunya di sektor korupsi.

"Hal ini membuat upaya menarik investasi dari luar negeri hanya ilusi berupa khayalan fatamorgana dan upaya pemberantasan korupsi menjadi dagelan yang blas enggak lucu banget," kata BW.

Sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) merilis data indeks persepsi korupsi atau corruption perception index (CPI) Indonesia pada 2019.

Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan, skor indeks persepsi korupsi Indonesia saat ini berada di angka 40 dengan nilai tertinggi 100.

Indeks persepsi korupsi mengacu pada 13 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori.

Pernilaian CPI didasarkan pada skor 0 untuk sangat korup dan skor 100 sangat bersih. Jika dilihat berdasarkan peringkat, Indonesia berada di posisi 85 dari 180 negara.

"Hari ini indeks persepsi korupsi Indonesia ada di skor 40 dan ranking 85," kata Wawan di Sequis Center, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).

Menurut Wawan, skor indeks persepsi korupsi mengalami kenaikan dua tingkat dari tahun 2018. Pada 2018, Indonesia memiliki skor 38 dari skor 100 dengan peringkat 89 dari 180 negara.

"Skor ini naik dua poin dari tahun 2018 lalu yang berada di poin 38 dan rankingnya yang juga ikutan naik dari 89 menjadi 85," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com