Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasto Diperiksa KPK, PDI-P Sebut untuk Klarifikasi Kesimpangsiuran

Kompas.com - 24/01/2020, 22:54 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Komarudin Watubun mengatakan, kedatangan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan upaya agar simpang siur kasus dugaan suap yang melibatkan eks caleg Harun Masiku jadi terang benderang.

Menurut Komarudin, tiap warga negara mesti menaati hukum. Apalagi, kata dia, nama Hasto ikut terseret-seret dalam kasus dugaan suap tersebut.

"Itu kewajiban sebagai warga negara. Yang tidak disebut saja harus kooperatif membantu informasi yang bisa diberikan, apalagi ini dikaitkan dengan partai. Saya kira sangat wajar kalau kami harus memberi informasi dan klarifikasi. Kan selama ini ada simpang siur soal kasus ini," kata Komarudin kepada wartawan, Jumat (24/1/2020).

Namun, ia sendiri mengaku tidak tahu kapan surat pemanggilan Hasto dari KPK disampaikan.

Baca juga: Hasto Minta Harun Masiku Kooperatif dan Tak Takut Hadapi Kasus di KPK

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Komarudin mengatakan ia tidak mendengar hal itu dibahas secara spesifik di internal partai.

"Kalau panggilan ya, kalau sudah diterima pasti beliau laksanakan. Tidak harus mengomunikasikan untuk semua orang," ujarnya.

Namun, dia menegaskan kedatangan Hasto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan merupakan bentuk tanggung jawab PDI-P kepada publik.

Komarudin mengatakan publik perlu mengetahui mengenai persoalan ini dengan sejelas-jelasnya.

"Supaya publik, terutama publik PDI-P, sebagai pemilik partai juta tahu perkembangan," kata dia.

Diberitakan, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto hari ini diperiksa KPK.

Ia mengaku mendapat 24 pertanyaan oleh penyidik KPK. Hasto diperiksa sebagai saksi kasus suap penggantian antarwaktu anggota DPR untuk tersangka Saeful.

"Ada sekitar 24 pertanyaan termasuk biodata," kata Hasto saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jumat (24/1/2020).

Hasto tidak membeberkan seluruh materi pemeriksaan kepada awak media karena menurutnya hal itu merupakan wewenang penyidik.

Namun, ia mengaku ditanya penyidik soal alasan kebijakan PDI-P memilih Harun Masiku ketimbang Riezky Aprilia untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Baca juga: KPK Bantah Pernyataan Hasto yang Sebut Harun Masiku sebagai Korban

"Karena itu adalah sebagai bagian dari kedaulatan partai politik dan ada presedennya untuk itu, ketika almarhum Sutradara Ginting juga meninggal dan kami limpahkan suaranya kepada kader yang menurut partai terbaik," kata Hasto.

Hasto pun tidak tahu-menahu soal dugaan pemberian suap dari Harun Masiku kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan niat Harun masuk ke parlemen.

"Sama sekali tidak tahu, karena partai telah menegaskan berulang kali melalui surat edaran untuk tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan apalagi sebuah tindakan yang melanggar hukum," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com