Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Kerajaan Fiktif, antara Motif Uang dan Masyarakat yang Tak Rasional

Kompas.com - 24/01/2020, 17:39 WIB
Dani Prabowo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Fenomena kerajaan fiktif terus bermunculan. Setelah Keraton Agung Sejagat di Purworejo, beberapa waktu lalu sempat muncul kerajaan lain, yakni Sunda Empire di Bandung.

Belakangan, media sosial Youtube kembali diramaikan dengan keberadaan Negara Rakyat Nusantara yang mengusulkan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibubarkan.

Meski video tersebut telah diunggah pada 2015 silam, namun keberadaannya mulai viral baru-baru ini seiring dengan mencuatnya fenomena kerajaan fiktif.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai, ada dua hal yang harus dilihat di balik maraknya fenomena ini, yaitu motif dan tren meningkatnya ketidakpercayaan publik.

Menurut dia, kemunculan Keraton Agung Sejagat memiliki motif yang berbeda dibandingkan dengan tiga kerajaan fiktif lainnya. Kerajaan Agung Sejagat memiliki motif ekonomi sama seperti investasi bodong Memiles guna menggalang dana ilegal dari masyarakat.

“Ini yang berbahaya. Apalagi bila ini pidana, (ada unsur) kebohongan, ini tentu berbahaya. Ini sama saja dengan kasus Memiles yang memang kriminal,” kata Devie kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Baca juga: Raja Keraton Agung Sejagat Masih Mengelak soal Motif Penarikan Uang ke Pengikutnya

Sedangkan, tiga kerajaan fiktif lainnya diduga muncul akibat menguatnya tren ketidakpercayaan publik terhadap sejumlah pihak, mulai dari pemerintah, media hingga atasan mereka di kantor.

Masyarakat cenderung percaya dengan hal-hal yang berbau konspiratif, spekulatif dan mistis untuk menjawab segala rasa penasaran mereka secara singkat.

Tren seperti ini, sebut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia. Termasuk negara barat yang memiliki pola pikir serta kemampuan finansial yang lebih baik dibandingkan masyarakat Indonesia.

“Penelitian Cambridge di sembilan negara selama enam tahun menunjukkan ternyata masyarakat barat sendiri, masyarakatnya juga semakin percaya dengan hal-hal yang sifatnya konspiratif, tidak rasional. Artinya, kita tidak bisa bilang bahwa masyarakat kita adalah bangsa atau masyarakat yang terbelakang,” kata dia.

“Ini tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan, ekonomi, suku, agama dan ras. Tapi ini lebih terkait pada kondisi, satu, sosial politik masyarakat, dua, kemanusiaan masyarakat itu sendiri,” imbuh Devie.

Baca juga: Bertemu Sultan HB X, Puan Maharani Bahas Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire

Sebagai contoh, ketika kontestasi politik berlangsung pada 2017 lalu, munculnya dua kutub kekuatan menguatkan polarisasi di masyarakat.

Hal itu tidak terlepas dari derasnya arus informasi yang juga mengalir ke media sosial, sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kian bingung dalam memilah informasi.

Persoalan timbul ketika tidak sedikit masyarakat Indonesia yang cenderung malas untuk bertanya dan mencari tahu kebenaran atas sebuah informasi.

Sementara, rasa tidak percaya terhadap tiga pihak sebelumnya, membuat mereka akhirnya ‘melarikan diri’ ke orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menyaring informasi.

“Di sini kemudian potensi masuknya informasi yang tidak kredibel itu masuk. Kenapa? Kalau sudah teman yang bicara, keluarga yang bicara, kita tentu tidak akan lagi mempertanyakan. Karena artinya itu akan mengganggu hubungan sosial kita,” ucap Devie.

“Ketika ibu kita mengatakan, lho masa sih ibu kita akan membohongi kita? Jadi itu membuat informasi-informasi yang spekulatif, konspiratif, itu menjadi mudah untuk meresap masuk pikiran masyarakat,” imbuh dia.

Baca juga: Sunda Empire, Keraton Agung Sejagat, Dongeng Lama Harta Bank Swiss yang Terus Terulang

Di Indonesia, ia menambahkan, juga ada kecenderungan bahwa orang yang sering bertanya kerap dianggap bodoh atau justru sombong karena dianggap tahu segalanya.

“Itu secara kultural berbahaya. Masyarakat barat yang kritis saja tidak terbebas dari virus berita bohong, hoaks dan segala macam. Apalagi masyarakat yang secara budaya itu takut bertanya. Ini yang perlu dikikis bersama-sama untuk menjadi benteng berita spekulatif, konspiratif, maupun yang fiktif,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com