JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly patut dievaluasi oleh Presiden Joko Widodo.
Sebab, ia menganggap Yasonna kerap melakukan tindakan blunder yang menyita perhatian publik.
Misalnya, terkait kehadiran Yasonna dalam konferensi pers pembentukan tim hukum PDI-P terkait kasus suap yang melibatkan kadernya Harun Masiku dan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Baca juga: Yasonna dan Kasus Harun Masiku: Dilaporkan ke KPK, Dianggap Bohong, hingga Desakan Pemecatan
"Kita melihat fakta kecerobohan Menteri Hukum dan HAM kita ya. Yang pertama, beliau hadir di dalam proses konferensi pers penetapan kuasa hukum untuk kasus ini. Saya kira ini juga secara etik, secara moral ini juga cacat moral," kata dia dalam diskusi di kantor Formappi, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Meski Yasonna merupakan Ketua DPP PDI-P Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan, Hadi menegaskan bahwa statusnya sebagai menteri yang mengurusi bidang hukum dan HAM melekat setiap saat.
"Presiden harus merespons bahwa dengan sikap menteri yang seperti itu bagaimana, tidak mungkin kan kemudian ini dibiarkan, ketika menterinya kayak gitu terus kemudian Presiden membiarkan juga kan tidak etis juga," kata dia.
Ia menyatakan, mengingat momentum 100 hari kerja pemerintahan Joko Widodo semakin dekat, sosok Yasonna patut dievaluasi.
"Saya kira perlu menjadi evaluasi besar oleh Presiden terkait dengan kinerja menterinya. Ini perlu dilakukan evaluasi secara serius karena saya kira Pak Yasonna ini beberapa kali melakukan blunder terhadap posisinya beliau baik di periode pertama maupun baru di awal periode kedua ini saja sudah blunder," katanya.
"Saya kira perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja menteri terutama di 100 hari ini. Kalau memang perlu reshuflle di-reshuflle aja sekalian," lanjut Hadi.
Seperti diketahui, PDI-P membentuk tim hukum terkait kasus yang menyeret mantan caleg PDI-P Harun Masiku. Yasonna ikut saat PDI-P menggelar konferensi pers mengumumkan tim hukum.
Diketahui, KPK menduga Harun menyuap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
KPK menyebut Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya.
Sementara itu, Wahyu juga disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.
Baca juga: Berkaca pada Yasonna, Jokowi Minta Menteri Hati-hati Beri Statement
KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap ini. Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina sebagai tersangka penerima suap.
Lalu, politisi PDI-P Harun Masiku dan pihak swasta bernama Saeful sebagai pemberi suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.