Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Telusuri Pendanaan Terorisme secara Digital

Kompas.com - 22/01/2020, 05:46 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya menelusuri kemungkinan pendanaan terorisme yang memanfaatkan inovasi keuangan digital.

PPATK juga meneliti temuan dalam proses penelusuran tersebut.

"Ya penelusurannya kan terus berlangsung ya. Terus kita teliti, terus kita monitor. Jadi tidak berhenti gitu saja," ujar Kiagus di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

"Jadi ada transaksi dari dalam dan ke luar negeri, ada transaksi mencurigakan (secara digital) atau transaksi tunai ya tetap berjalan (penelusuran)," kata dia. 

Hasil penelusuran ini, kata Kiagus, langsung disampaikan kepada penegak hukum.

Baca juga: PPATK Telusuri Aliran Dana dari 5.000 Transaksi di Jiwasraya

Dalam konteks terorisme, hasil penelusuran langsung disampaikan kepada Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sebelumnya, Kiagus mengingatkan adanya pendanaan terorisme lewat inovasi keuangan digital.

Menurut dia, inovasi keuangan digital mempertinggi risiko pendanaan terorisme.

"Adanya inovasi keuangan digital dan realita penggunaan virtual currency (mata uang digital) dalam financial crime (kejahatan finansial) mempertinggi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujar Kiagus saat memberikan paparan dalam acara Rakor PPATK di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

Sebab, kata dia, pelaku tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) juga menerapkan pola yang sama dengan pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam memanfaatkan inovasi keuangan digital

"Pelaku tindak pidana pendanaan terorisme juga memanfaatkan adanya inovasi keuangan digital, seperti penghimpunan dana melalui crowd funding (penggalangan dana dalam jumlah besar) dan penggunaan virtual currency sebagai sumber kegiatan terorisme," ujar Kiagus.

Kiagus mengungkapkan, pola tindak pidana pencucian uang kini sudah memasuki era digital atau digital money laundering.

Dalam kondisi ini, pelaku kejahatan tidak lagi menikmati hasil kejahatannya dalam bentuk uang tunai atau jenis aset lainnya, tetapi mereka memanfaatkan teknologi informasi dalam mengelola dana ilegal tersebut.

"Interaksi antarmanusia tidak lagi dapat dilihat secara nyata. Uang dan mekanisme transaksinya berada pada dunia maya, tidak kelihatan tapi nyata," kata Kiagus.

Perkembangan kondisi ini, menurut Kiagus, menjadi faktor pendorong untuk menentukan arah kebijakan PPATK dalam mencegah TPPU dan TPPT di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com