JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengaku bersyukur dengan vonis yang diterima mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy atau Romy.
Sebab, menurut Arsul Sani, Romy hanya terbukti menerima gratifikasi dalam putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sesuai Pasal 11 Undang-Undang Tipikor.
Dengan demikian, menurut Arsul Sani, Romahurmuziy tidak terkena pasal suap seperti diatur dalam Pasal 12 b.
Baca juga: Romahurmuziy Divonis 2 Tahun, PPP Lega
Namun, pernyataan Arsul Sani kemudian dibantah pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Menurut Fickar, Pasal 11 justru kerap digunakan sebagai pasal suap. Sedangkan, pasal gratifikasi biasanya dikenakan Pasal 12b.
Dengan demikian, menurut Fickar, pernyataan Romahurmuziy tidak dikenakan pasal suap jelas keliru.
Baca juga: Bantah PPP soal Vonis Romahurmuziy, Pakar Hukum Jelaskan Beda Pasal Suap dengan Gratifikasi
Lantas apa perbedaan antara gratifikasi dan suap?
Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad menyatakan, ada perbedaan mendasar antara gratifikasi dan suap.
Gratifikasi diartikan sebagai sebuah pemberian dalam arti yang lebih luas dan bukan janji.
Di dalam penjelasan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
"Gratifikasi itu sendiri di dalam konteks birokrasi kita itu sebetulnya ada semacam aturan. Yang saya lihat di dalam (aturan) pengendalian gratifikasi," kata Suparji saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1/2020).
Namun, gratifikasi dapat berubah menjadi suap apabila dalam jangka waktu tertentu barang gratifikasi yang diterima tidak dikembalikan kepada negara.
Sehingga, keberadaan barang gratifikasi tersebut turut mempengaruhi pembentukan sebuah kebijakan.
"Kalau itu sudah berubah menjadi penerimaan dan mempengaruhi kebijakan maka sudah menjadi suap di situ. Maka agak menarik bagaimana itu dikategorikan menjadi gratifikasi terhadap kasus Romy," ucapnya.