JAKARTA, KOMPAS.com- Kuasa hukum eks Sektetaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menyatakan, kliennya akan mengikuti proses hukum berikutnya setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan Nurhadi dan kawan-kawan.
"Tentu argumen kita bisa berdebat bisa setuju atau tidak. Hanya saja sudah diputus tinggal kewajiban klien kami mengikuti proses hukum, itu mulai dari pemeriksaan tersangka dan kemudian sampai proses sidang," kata Maqdir usai sidang putusan di PN Jaksel, Selasa (21/1/2020).
Maqdir menuturkan, pihaknya menunggu proses persidangan untuk membuktikan bahwa Nurhadi dkk tidak melakukan tindak pidana suap sebagaimana disangkakan KPK.
Baca juga: Praperadilan Ditolak, Status Tersangka Nurhadi oleh KPK Sah
"Kita bisa buktikan dalam proses persidangan. Apakah sangkaan ini benar atau tidak benar," ujar Maqdir.
Pasalnya, hakim praperadilan tidak mempertimbangkan beberapa bukti yang diajukan oleh Maqdir karena dianggap sudah masuk ke dalam pokok perkara.
Padahal, menurut Maqdir, bukti permulaan yang diajukan KPK mestinya sudah menunjukkan ada tidaknya suap yang disangkakan oleh KPK.
"Menurut kami bukti permukaannya harus menunjukan bukti bahwa perbuatan pidana itu memang dilakukan. Kalau ada suap, suapnya harus ada, tidak bisa pakai asumsi bahwa orang trima suap, sumbernya harus jelas," kata Maqdir.
Diberitakan sebelumnya, hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Jaini menolak gugatan praperadilan yang diajukan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi cs.
Hakim menyatakan, penetapan Nurhadi cs sebagai tersangka yang dilakukan KPK telah sah secara hukum.
"Menolak permohonan praperadilan para pemohon yaitu pemohon 1 Rezky Herbiyono, pemohon 2 Nurhadi, dan pemohon 3 Hiendra Soenjoto untuk seluruhnya," ujar hakim tunggal Ahmad Jaini saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan.
Baca juga: Praperadilan Ditolak, Nurhadi Cs Diminta KPK untuk Kooperatif
Nurhadi cs mengajukan praperadilan berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.
Dalam kasus yang menjeratnya, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.