JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Hakim juga berpandangan tidak perlu lagi menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik dan uang pengganti.
Dalam beberapa pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa Romy telah berupaya mengembalikan uang sebesar Rp 250 juta yang diterima dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin melalui salah satu pengurus PPP Jawa Timur, Norman Zein Nahdi.
Baca juga: Terbukti Terima Suap, Romahurmuziy Divonis 2 Tahun Penjara
Berdasarkan fakta persidangan, Norman mengaku sempat menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadinya. Namun, uang itu pada akhirnya telah dikembalikan ke KPK.
Selain itu, hakim juga berpendapat bahwa uang sebesar Rp 50 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi telah disita oleh KPK.
"Maka pengembalian tersebut sebagai uang pengganti dalam perkara ini dan memerintahkan penuntut umum agar uang tersebut disetorkan ke kas negara," kata hakim Muhammad Idris Muhammad Amin saat membacakan pertimbangan putusan Romy di persidangan, Senin (20/1/2020).
Terkait uang Rp 41,4 juta dari Muafaq untuk sepupu Romy bernama Abdul Wahab, hakim berpendapat bahwa uang tersebut tidak pernah diperoleh dan dinikmati oleh Romy.
Selain itu, fakta persidangan juga terungkap bahwa Wahab bersama sepupu Romy lainnya bernama Abdul Rochim memanfaatkan nama Romy ke Muafaq agar dianggap berjasa oleh Muafaq dan mendapatkan imbalan.
"Uang tersebut diperoleh Abdul Wahab dari Muafaq Wirahadi dan dipergunakan untuk kebutuhan pencalonan Abdul Wahab sebagai calon anggota legislatif Kabupaten Gresik maka tidak adil pula terdakwa dimintai pula pertanggungjawaban atas uang tersebut," kata hakim Idris.
"Berdasarkan pertimbangan di atas tidak adil apabila dibebani membayar uang pengganti dalam perkara ini," lanjut hakim Idris.
Hakim juga berpandangan tidak perlu menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut hak politik Romy dicabut selama 5 tahun sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Baca juga: Menangis, Romahurmuziy Baca Puisi untuk Istri dan Anak di Sidang Pledoi
"Bahwa dalam putusan MK nomor 56/PUU-XVII/2019 tertanggal 11 Desember 2019 bahwa dalam pertimbangannya menyatakan bahwa dipilihnya jangka waktu 5 tahun untuk beradaptasi berkesesuaian dengan mekanisme 5 tahun dalam Pemilu di Indonesia," kata hakim Fahzal Hendri.
Maka, terhadap tuntutan pencabutan hak politik, majelis hakim berpendapat bahwa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik telah diputus oleh MK.
"Yang dalam amarnya berbunyi, setelah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata hakim Fahzal.
"Majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan putusan MK tersebut di atas maka majelis sependapat dengan putusan MK, sehingga tidak perlu lagi menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dalam perkara ini," lanjut hakim Fahzal.
Di sisi lain, majelis hakim sependapat dengan jaksa KPK bahwa Romy memang telah mengintervensi proses seleksi jabatan di Kemenag Jawa Timur.
Misalnya, majelis meyakini bahwa ada kerja sama antara Romy dan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam meloloskan Haris Hasanuddin selaku Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Perbuatan Terdakwa (Romy) mengintervensi dalam seleksi Jabatan Tinggi Pratama Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur agar Haris Hasanuddin dapat terpilih dan dilantik dalam jabatan tersebut," kata hakim Rianto.
Menurut hakim, intervensi tersebut dilakukan Romy kepada Lukman selaku Menteri Agama. Sebab, Lukman merupakan pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat di lingkungan Kemenag.
"Intervensi tersebut apabila dihubungkan dengan kedudukan Terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai dimana Lukman Hakim Saifuddin merupakan juga anggota partai sedangkan Terdakwa adalah ketua umum partainya," ujar hakim Rianto.
Dengan intervensi Romy, majelis berpendapat Lukman melakukan rangkaian tindakan demi meloloskan dan melantik Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Bahkan, untuk menentukan calon yang akan ditetapkan, Lukman sebagaimana rekaman percakapannya dengan staf khususnya Gugus Joko Waskito, meminta persetujuan Romy.
Majelis hakim berkesimpulan bahwa baik Romy maupun Lukman Hakim Saifuddin mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan itu.
Dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan yang dilarang, tetapi mereka tetap melakukannya.
Baca juga: KPK Pertimbangkan Banding atas Vonis 2 Tahun Romahurmuziy
"Serta saling membagi peran satu dengan lainnya sehingga mewujudkan sempurnanya delik. Oleh karena itu perbuatan terdakwa masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan," kata dia.
Di akhir pertimbangannya, hakim menyatakan hal yang memberatkan adalah perbuatan Romy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sementara hal yang meringankan adalah Romy bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, mengembalikan uang yang diterimanya sebesar Rp 250 juta, serta tidak menikmati uang yang diterima Abdul Wahab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.