Selanjutnya, pada 7 Desember 2005, korban beraudiensi dengan Komisi Hukum DPR dan diterima oleh perwakilan dari 9 fraksi. Tidak ada wakil dari Fraksi Partai Golkar yang hadir.
Saat itu, Komisi Hukum DPR berjanji akan mendesak melalui sidang paripurna DPR agar kasus TSS dibuka kembali.
Baca juga: PPP Usulkan DPR Bentuk Pansus Tragedi Semanggi untuk Buka Hasil Paripurna 2001
Dalam rapat paripurna DPR pada 12 Januari 2006, Nursjahbani Katjasungkana (Fraksi PKB) dan Al Muzzamil Yusuf (Wakil Ketua Komisi Hukum) mengajukan interupsi.
Mereka meminta pimpinan DPR segera memproses rekomendasi Komisi Hukum yang sepakat membuka kembali kasus TSS.
Ketua DPR Agung Laksono yang merupakan pimpinan rapat paripurna DPR menerima dan menampung interupsi tersebut dan merekomendasikan agar mekanismenya dibahas dalam rapat Bamus DPR.
Persoalan rekomendasi DPR ini kembali mencuat setelah Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.
Hal ini disampaikan Burhanuddin, dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Kendati demikian, Burhanuddin tak menyebutkan, kapan rapat paripurna DPR yang secara resmi menyatakan peristiwa Semanggi I dan II tak termasuk pelanggaran HAM berat.
Burhanuddin juga memaparkan hambatan dalam menyelesaikan kasus HAM, yakni belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc dan ketersediaan alat bukti yang tidak cukup.
"Penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala, terkait kecukupan alat bukti," ujar dia.
Adapun peristiwa Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 merupakan momen di mana mahasiswa menggelar demonstrasi terkait tuntutan reformasi.
Baca juga: Saat Jaksa Agung dan Komnas HAM Berseberangan soal Tragedi Semanggi...
Mahasiswa menggelar aksi penolakan terhadap Sidang Istimewa MPR/DPR mengenai pemerintahan transisi yang dipimpin BJ Habibie sehingga terjadi pertumpahan darah.
Sementara itu, Peristiwa Semanggi II terjadi pada 24 September 1999.
Saat itu, mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa untuk meminta pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) yang disahkan DPR dan pemerintah.
Ada beberapa poin dalam RUU PKB yang memunculkan kontroversial, salah satunya, jika disahkan, UU PKB akan menjadi pembenaran bagi TNI untuk melakukan operasi militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.