JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Arif Maulana menilai omnibus law hanya untuk kepentingan oligarki atau kepentigan pemerintah yang dijalankan oleh beberapa orang elite saja.
Sebab, kata dia, aturan itu lebih banyak memihak pada investor.
"Konsep hukum yang menggabungkan jadi satu. Hapus revisi pasal yang dinilai menghambat inevstasi. Tegas dan jelas ini untuk kepentingan oligarki," kata Arif di Kantor LBH Jakarta, Minggu (19/1/2020).
Baca juga: Menurut Aktivis, Omnibus Law Berdampak Buruk pada Lingkungan Hidup
Arif mengatakan, seharusnya pemerintah membuat indang-undang yang berpihak pada warga negara. Dengan demikian, undang-undang itu bukan hanya mementingkan para investor di Indonesia.
"Padahal yang dibutuhkan berpihak ke warga negara. Harusnya UUD 1945 harus melindungi rakyat Indonesia," ucapnya.
Arif juga menilai pembahasan RUU omnibus law diskriminatif.
Baca juga: Aktivis Sebut Omnibus Law Tidak Berpihak pada Perempuan, Ini Sebabnya
Sebab, dalam proses pembahasannya, lanjut Arif hanya melibatkan para pengusaha.
"Harus melibatkan masyarakat, semua stakeholder. Agar demokratis dan menguntungkan semua orang," ujarnya.
"Omnibus law sangat diskrimintatif karena hanya melibatkan pengusaha saja," tutur Arif.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya segera merampungkan draf omnibus law tentang Cipta Lapangan Kerja, Perpajakan dan Usaha Mikro Kecil Menengah.
Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
"Hari ini saya minta agar RUU-nya, naskahnya, selesai dalam minggu ini," kata Jokowi kepada jajarannya.
Baca juga: Soal Omnibus Law, Nasdem Minta Pemerintah Perhatikan Aspirasi Rakyat
Jokowi juga meminta kepada Kapolri, Kepala BIN dan Jaksa Agung serta seluruh kementerian bisa melakukan komunikasi dengan organisasi terkait.
Menurut dia, komunikasi ini bisa dilakukan sambil menunggu omnibus law dibahas di DPR.
"Kami menargetkan omnibus law ini selesai sebelum 100 hari kerja (Jokowi-Ma'ruf)," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.