JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam pidatonya pada 1 Juni tahun 1945, Presiden Soekarno menyatakan Indonesia sebagai negara kebangsaan.
Negara untuk semua kalangan, bukan hanya satu orang atau satu golongan.
Kebangsaan dipilih Soekarno sebagai dasar pertama dalam mendirikan Indonesia karena perjuangan untuk merdeka dilakukan oleh banyak kelompok, termasuk kelompok etnis Tionghoa.
Bahkan, seperti ditulis Asvi Warman Adam dalam Menguak Misteri Sejarah (2010), sebuah koran yang dibuat etnis Tionghoa turut berperan dalam memopulerkan nama Indonesia.
Koran itu bernama Sin Po. Melalui pemberitaan, Sin Po mengganti istilah "Nederlandsch Indie", "Hindie Nederlandsch", atau "Hindia Olanda" yang saat itu melekat pada negeri ini dengan "Indonesia".
Baca juga: Cerita Tan Jin Sing, Bupati Yogyakarta Keturunan Tionghoa: Intrik Keraton hingga Perang Diponegoro
Menurut Asvi Warman Adam dalam buku yang sama, selain sebagai pelopor, Koran Sin Po memiliki peranan dalam penghapusan penggunaan kata "inlander".
Saat itu, kata "inlander" dianggap sebagai penghinaan terhadap rakyat Indonesia.
Dalam buku karya Benny G Setiono berjudul Tionghoa dalam Pusaran Politik (2001), saat itu seluruh penerbit pers di Indonesia kemudian sepakat mengganti kata "China" dengan Tionghoa sebagai balas budi.
Hal tersebut juga diperkuat dengan sikap tokoh pergerakan seperti Soekarno, M Hatta, Soetan Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo yang mengganti kata "China" dengan "Tionghoa" dalam percakapan dan tulisan sehari-hari.
Seorang redaktur Sin Po bernama Ang Yan Goa mengatakan, Koran Sin Po sejak awal memiliki misi untuk mengembangkan nasionalisme Tiongkok.
Tak mengherankan jika koran yang semula terbit mingguan itu akrab dengan Konsulat Jenderal Tiongkok di Batavia.
Bahkan, pada tahun 1936, Ang Yan Goan diajak Konjen Tiongkok di Batavia untuk memberikan medali kehormatan kepada Susuhunan Surakarta dan Sri Sultan di Yogyakarta.
Penghargaan tersebut diberikan karena kedua raja Jawa itu dianggap berjasa melindungi toko milik warga Tionghoa dari perusuh saat tentara Jepang tiba di Jawa.
Dalam artikel Harian Kompas (2001) berjudul Pers Tionghoa, Sensibilitas Budaya, dan Pamali yang ditulis Agus Sudibyo, Koran Sin Po terbit pada Oktober 1910.
Terbitnya Koran Sin Po diprakarsai oleh kalangan muda Tionghoa yang berada di Jakarta.