JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus Semanggi I dan II tidak kredibel. Burhanuddin menyebut kedua kasus tersebut bukan pelanggaran HAM berat.
Pasalnya, Usman mengatakan, pernyataan Jaksa Agung itu tidak diikuti dengan proses penyidikan dan pengumpulan bukti yang cukup.
“Pernyataan itu tidak kredibel jika tanpa diikuti proses penyidikan yudisial melalui pengumpulan bukti yang cukup berdasarkan bukti awal dari penyelidikan Komnas HAM,” ujar Usman kepada Kompas.com, Kamis (16/1/2020).
Baca juga: Jaksa Agung: Peristiwa Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat
Usman juga menduga bahwa pernyataan itu menjadi dasar agar Kejaksaan Agung tidak melanjutkan upaya penuntasan kasus Tragedi Semanggi I dan II.
“Tampaknya demikian (pernyataan tersebut upaya Kejaksaan Agung tidak melanjutkan untuk tangani kasus Semanggi I dan II). Semoga saja tidak," kata Usman.
Baca juga: Anggota Komisi III: Pernyataan Jaksa Agung Persulit Penuntasan Kasus Semanggi I dan II
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Burhanuddin, dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Penuntasan Kasus 1965, Semanggi I dan II Terhambat Rekomendasi DPR
Kendati demikian, Burhanuddin tak menyebutkan, kapan rapat paripurna DPR yang secara resmi menyatakan peristiwa Semanggi I dan II tak termasuk pelanggaran HAM berat.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, DPR periode 1999-2004 pernah merekomendasikan Peristiwa Semanggi I dan II tidak termasuk dalam kategori pelanggaran berat HAM.
Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.
Baca juga: Mengenang Tragedi Semanggi I, Upaya Menuntut Penyelesaian Pelanggaran HAM
Adapun, peristiwa Semanggi I yang terjadi pada 11-13 November 1998 merupakan momen di mana mahasiswa menggelar demonstrasi terkait tuntutan reformasi.
Mahasiswa menggelar aksi penolakan terhadap Sidang Istimewa MPR/DPR mengenai pemerintahan transisi yang dipimpin BJ Habibie, sehingga terjadi pertumpahan darah.
Sedangkan, Peristiwa Semanggi II terjadi pada 24 September 1999. Saat itu mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa untuk meminta pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) yang disahkan DPR dan pemerintah.
Ada beberapa poin dalam RUU PKB yang memunculkan kontroversi. Salah satunya, jika disahkan, UU PKB akan menjadi pembenaran bagi TNI untuk melakukan operasi militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.