KOMPAS.com – Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Dompet Dhuafa Siti Nur Rosifah mengatakan, mencapai kesejahteraan dari kemiskinan sangatlah sulit.
Pernyataan itu Siti sampaikan dalam diskusi publik tentang kemiskinan di Indonesia yang digelar IDEAS bertajuk Ilusi Mobilitas Ekonomi di Bakso Budjangan, Pasar Minggu, Selasa (14/1/2020).
Dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) dalam rentang 21 tahun (1993-2014), ditemukan bukti empiris bahwa kelompok kaya jauh lebih mampu mempertahankan kesejahteraan dibanding kemampuan mobilitas vertikal si miskin.
Baca juga: Entaskan Kemiskinan, Dompet Dhuafa Luncurkan Gerakan Ayo Bercita-cita
Siti menjelaskan ilusi mobilitas ekonomi masyarakat itu dengan membagi empat kuadran transisi anak keluarga miskin dan kelas menengah.
Kuadran I diisi orang miskin, kuadran II kelas menengah baru (sebelumnya miskin di kuadran I), kuadran III kelas menengah, kemudian kuadran IV kelas menengah yang rentan untuk miskin. (peralihan dari kuadran III).
Hasilnya, mencapai kuadran II dari kuadran I sangatlah sulit atau mencapai kesejahteraan dari kemiskinan sangatlah sulit.
Sebaliknya, yang turun dari kuadran III ke kuadran IV justru sangat sedikit alias kelompok kaya sangat sedikit yang jatuh ke kelompok rentan miskin.
Baca juga: Dompet Dhuafa Kaltim dan Australia Bekerja Sama Perkuat Program Dakwah
“Dari 3.319 anak yang besar di keluarga tidak miskin, 1993, 96,6 persen di antaranya mampu menjaga tingkat kesejahteraan dan tidak miskin pada 2014,” kata Siti dalam keterangan tertulis.
Ia melanjutkan, hanya 3,4 persen yang jatuh miskin. Si kaya berpeluang jauh lebih besar untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dibanding si miskin.
Sementara itu, Direktur IDEAS Yusuf Wibisono yang juga menjadi narasumber diskusi mengatakan, transisi dari miskin ke sejahtera adalah proses yang sangat sulit, terjal, dan berliku.
“Apalagi jika garis kemiskinan dinaikkan. Semakin bertambahnya era, garis kemiskinan juga semakin meningkat,” kata dia.
Ia mencontohkan, dulu masyarakat miskin tidak memiliki ponsel, motor, atau gagap teknologi. Namun, kini semua orang tidak akan lepas dari smartphone.
Selain itu, anak-anak dari keluarga miskin juga makin sulit mengejar status ekonomi orang tuanya.
Baca juga: Ini Cara Dompet Dhuafa Volunteer Peringati Hari Lingkungan Hidup 2020
“Keluarga kelas menengah sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, terutama mereka yang minim tabungan atau aset,” ujar Yusuf.
Pikiran mereka, imbuh dia, terfokus bukan untuk menjadi kaya, melainkan untuk tetap bertahan hidup.