Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Usul Pemilu Tertutup, Perludem Nilai Demokrasi di Parpol Harus Diperkuat

Kompas.com - 14/01/2020, 12:15 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, penguatan sistem demokrasi internal di partai politik harus diperkuat bila ingin mengubah sistem pemilihan umum dari proporsional daftar terbuka menjadi proporsional daftar tertutup.

Tanpa adanya penguatan sistem demokrasi internal, keinginan untuk memperbaiki sistem pemilu hanya menjadi sebuah keniscayaan.

Hal itu diungkapkan peneliti Perludem, Heroik M Pratama kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020). Dia menanggapi usulan PDI Perjuangan untuk mengembalikan sistem pemilihan menjadi proporsional daftar tertutup.

Baca juga: Rakernas PDI-P Rekomendasikan Revisi UU Pemilu terkait Sistem Proporsional Tertutup dan Peningkatan Ambang Batas Parlemen

Usulan tersebut menjadi salah satu poin rekomendasi dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan. Alasannya, sistem pemilu dengan proporsional daftar terbuka menjadi penyebab tingginya biaya politik saat kontestasi.

"Penerapan pemilu proporsional daftar tertutup kalau tidak dibarengi demokrasi internal partai akan kontraprodukti dan justru menguatkan oligarki partai," kata Heroik.

Ia menjelaskan, salah satu penyebab tingginya biaya pemilihan karena adanya politik uang pada saat pemilihan berlangsung.

Hal ini disebabkan basis terpilihnya seorang kandidat terpaku pada perolehan suara, dan bukan pada nomor urut kandidat.

Baca juga: Soal PAW Harun Masiku, Perludem Nilai MA Seolah Aktif Mengawal

Sehingga, meski kandidat tersebut memiliki nomor urut delapan dalam pencalonan, namun ketika suara yang diperoleh terbanyak, maka ia dapat terpilih dari daerah pemilihan tersebut.

"Ketika ditarik ke proporsional daftar tertutup, maka yang menentukan nomor urut itu partai dan tidak akan ditampilkan di kertas suara. Pemilih hanya mencoblos logo partai,"  kata dia.

Persoalan timbul ketika partai kemudian memperoleh suara yang cukup untuk meloloskan kadernya duduk di kursi parlemen.

Karena yang berhak menentukan nomor urut adalah partai, maka potensi terjadinya politik uang adalah pada saat penentuan nomor urut tersebut.

Baca juga: Setelah Putusan MK, Perludem Berharap Pilkada 2020 Bebas Eks Koruptor

Sebab, yang akan dimajukan sebagai kandidat untuk duduk di kursi dewan adalah mereka yang punya nomor urut satu.

"Kalau partai tertentu bisa dapat dua kursi, artinya yang akan lolos nomor satu dan dua,” ujarnya.

Heroik menambahkan, dengan perbaikan kualitas demokrasi internal partai, diharapkan mesin partai akan benar-benar bekerja secara baik dalam menyeleksi kandidat yang akan dimajukan.

Parpol di Indonesia dapat mencontoh negara lain dalam menerapkan demokrasi di internal partai.

Baca juga: KPU Tegaskan Parpol Tak Bisa Usulkan PAW Anggota DPR Secara Langsung

Di Amerika Serikat, misalnya, partai akan melakukan pemilihan secara internal sebelum menyodorkan nama-nama ke publik. Proses pemilihan internal ini dapat dilakukan secara terbuka maupun tertutup.

Cara lainnya yaitu dengan melakukan konvensi internal partai secara terbuka. Dengan harapan, calon pemilih partai nantinya dapat mengetahui siapa saja kandidat yang akan diajukan seberapa jauh kualitasnya.

"Di tengah sistem oligarki partai yang menguat di saat sistem pemilu terbuka, apalagi tertutup. Jangan sampai ini menjadi paradoks," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com