Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bacakan Pleidoi, Romahurmuziy Singgung Dugaan Korupsi Bank Century hingga Asabri

Kompas.com - 13/01/2020, 18:16 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy mengaku heran lantaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu sigap menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang nilainya sekitar ratusan juta rupiah.

Hal itu disampaikan Romy saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kemenag wilayah Jawa Timur.

"Mengapa KPK begitu sigap untuk dugaan Rp 346,4 juta dalam kasus saya atau untuk menyebut yang besaran gratifikasinya setara akhir-akhir ini, misal kasus Direktur Krakatau Steel yang senilai Rp 150-an juta, juga kasus Sekjen Partai Nasdem tahun 2016 yang nilainya Rp 200 juta," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Baca juga: Romahurmuziy Anggap Pertimbangan Jaksa KPK soal Intervensi Seleksi Jabatan Kemenag Tak Jelas

"Saya menanyakan bagaimana kabar kasus Bank Century, yang kerugian negaranya sudah manifes lebih dari Rp 3,5 triliun?" papar Romy.

Selain itu, ia juga mempertanyakan mengapa KPK tak gesit menangani dugaan korupsi dengan kerugian keuangan negara yang besar dan menjadi sorotan publik belakangan ini.

"Untuk Jiwasraya yang potensi kerugiannya mencapai Rp 27 triliun menurut BPK, lembaga audit resmi negara, KPK tidak kelihatan kemampuannya bahkan untuk hanya sekedar mengendus. Begitu pun kasus Asabri, yang disinyalir Menko Polhukam potensi kerugiannya mencapai Rp 10 triliun," kata dia.

Baca juga: Romahurmuziy Bersikukuh Tak Terima Suap dari Haris dan Muafaq

Sebelumnya, Romy dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan oleh jaksa KPK, Senin (6/1/2020).

Selain itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak politik Romy selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.

Kemudian, jaksa juga menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 46,4 juta.

Uang pengganti Itu merupakan jumlah sisa dari penerimaan suap yang didakwakan jaksa ke Romy yang telah dikembalikan serta disita KPK.

Baca juga: Tuntutan 4 Tahun Penjara, Keyakinan KPK hingga Respons Romahurmuziy

Jaksa menganggap Romy terbukti menerima suap secara bertahap senilai Rp 255 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Pemberian itu dimaksudkan agar Romy bisa memengaruhi proses seleksi jabatan yang diikuti oleh Haris. Mengingat, Haris pernah terkena sanksi disiplin kepegawaian.

Kemudian, Romy juga dianggap jaksa terbukti menerima Rp 50 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.

Jaksa juga meyakini, Romy mengetahui dan menghendaki pemberian sebesar Rp 41,4 juta dari Muafaq untuk sepupu Romy bernama Abdul Wahab.

Menurut jaksa, penerimaan tersebut guna membantu Muafaq mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Gresik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com