JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum tersangka suap Nurhadi Abdurachman, Maqdir Ismail menyatakan, kliennya mempermasalahkan status kepegawaian penyidik KPK pasca berlakunya Undang-Undang KPK nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
"Proses penyidikan atas perkara dimaksud dijalankan oleh penyidik yang bernama Novel (Bawedan) dan Rizka Anungnata," ujar Maqdir saat dijumpai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
"Keduanya adalah penyidik yang tidak berstatus ASN dan belum pernah diangkat sebagai ASN sejak berlakunya UU KPK baru," lanjut dia.
Baca juga: Pengacara Sebut Status Tersangka Nurhadi Tak Sah karena Tak Pernah Dipanggil KPK
Diketahui, pasca implementasi aturan baru terdapat peralihan status pegawai di lembaga antirasuah.
Misalnya, pada Pasal 1 Ayat (3) berbunyi, "Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini".
Kemudian terdapat pula ketentuan pada Ayat (6) bunyinya, "Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara".
Baca juga: KPK Minta Nurhadi Kooperatif, kalau Tidak...
Peralihan itu pun menjadi pokok perkara Nurhadi dan dua tersangka suap lainnya, yakni menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.
Dengan demikian, lanjut Maqdir, keabsahan penyidik dalam menangani kasus yang menimpa kliennya patut dipertanyakan.
"Menurut UU yang baru ini kan harus ASN, tetapi kan ada penyidik yang bukan ASN, dua orang itu, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata. Mereka ini bekas polisi dan sudah berhenti di tahun 2015," kata dia.
Baca juga: Eks Sekretaris MA Nurhadi Dipanggil KPK sebagai Tersangka
Dalam perkara ini sendiri, penyidik KPK menetapkan Nurhadi, Rezky dan Hiendra sebagai tersangka.
Secara keseluruhan, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.