Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serupanya PAW Harun Masiku dan Mulan Jameela...

Kompas.com - 13/01/2020, 08:14 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Skema pergantian antarwaktu (PAW) yang hendak dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Harun Masiku dinilai nyaris sama dengan PAW politikus Partai Gerindra Mulan Jameela.

Kedua dewan pimpinan partai (DPP) berupaya memaksakan diri untuk meloloskan kader tertentu yang tidak memperoleh suara yang cukup untuk duduk di kursi Senayan.

Akibatnya, sejumlah aturan yang telah dibuat bersama berusaha untuk dipatahkan melalui mekanisme peradilan.

Hal itu diungkapkan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay saat dihubungi Kompas.com, akhir pekan lalu.

Ia menilai, partai politik dapat menjadi aktor perusak demokrasi yang selama ini telah terbangun cukup baik.

"Kurang lebih (sama). Itu sebetulnya upaya yang keliru dan bahkan merusak sistem pemilu. Apa yang terjadi, gangguan-gangguan yang terjadi di republik ini harus dihentikan," kata Hadar, Jumat (10/1/2020).

Baca juga: Eks Komisioner KPU: Pola PAW Harun Masiku Mirip Mulan Jameela

Persoalan PAW Harun mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan suap yang dilakukan komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Ia diduga meminta uang sebesar Rp 900 juta kepada Harun sebagai biaya operasional untuk memudahkan proses PAW tersebut.

Hadar tak menampik bahwa persoalan ini akan menggerogoti kepercayaan publik terhadap lembaga pemilih. Namun, ia berharap agar publik tak hanya menyalahkan KPU semata.

Baca juga: Tolak Harun Masiku Jadi Anggota DPR, Ini Dasar Hukum KPU...

Pasalnya, kasus ini terjadi karena adanya niat dari pihak luar, yang dalam hal ini adalah partai politik yang ingin memaksakan kehendak agar calon anggota legislatif tertentu dapat duduk di Parlemen.

"Tentu saya tidak bisa mengatakan atau membela Pak Wahyu, dia sendiri juga sangat salah. Seharusnya dia menolak, jangan mau cari uang (dengan cara) bisa dengan memberikan janji. Tapi itu tidak akan terjadi kalau tidak ada parpol yang mau merusak sistem. Itu yang harus dibenahi," kata dia.

Skema Harun

Dalam skema PAW yang terjadi di PDI Perjuangan, Hadar menyatakan, KPU sebenarnya telah menolak rekomendasi dari DPP.

Dalam rekomendasi itu, PDI Perjuangan meminta KPU untuk mengganti nama Riezky Aprilia yang meraih suara terbanyak kedua di Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan dengan Harun yang justru hanya memperoleh suara terbanyak keenam.

"Pertanyaan selanjutnya, apakah Rizkie bisa dihentikan meski telah terpilih di DPR? Sehingga bisa masuk yang baru dengan cara yang menyogok? Mungkin bisa saja," ucap Hadar.

Baca juga: Mengenal Harun Masiku, Politisi PDI-P Penyuap Wahyu Setiawan yang Kini Jadi Buron KPK

Persoalan ini bermula ketika caleg PDI Perjuangan Nazarudin Kiemas, yang juga merupakan adik dari almarhum suami Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, meninggal dunia dua pekan sebelum pencoblosan.

Ketatnya waktu yang tersisa membuat KPU tak bisa melakukan pencetakan ulang kertas suara yang hendak dicoblos masyarakat.

Sehingga, ketika waktu pencoblosan tiba, foto dan nama Nazarudin yang sejak awal sudah terdapat di kertas suara, justru menjadi caleg PDI Perjuangan dengan perolehan suara tertinggi.

Sesuai mekanisme, posisi Nazarudin seharusnya digantikan oleh pemilik suara tertinggi kedua, yaitu Riezky Aprilia.

Baca juga: Kader PDI-P Riezky Aprilia Mengaku Tak Tahu Rencana PAW Harun Masiku

Namun, DPP PDI Perjuangan justru mengajukan gugatan atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara kepada Mahkamah Agung (MA).

MA pun mengabulkan gugatan itu, sehingga memutuskan bahwa PAW terhadap calon yang meninggal dunia menjadi wewenang parpol.

Namun, KPU tetap berpegangan pada aturan. Sehingga, ketika rapat pleno dilaksanakan, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Mantan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay saat ditemui di acara FGD KPU tentang E-Rekapitulasi di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari Mantan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay saat ditemui di acara FGD KPU tentang E-Rekapitulasi di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).

Akan tetapi, PDI Perjuangan tetap berupaya masuk melalui cara yang tidak dibenarkan yaitu lewat 'orang dalam' KPU, yang tak lain adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Baca juga: Hasto Bantah Partainya Negosiasi dengan KPU terkait PAW Harun Masiku

Bahkan, Wahyu meminta uang operasional Rp 900 juta guna memuluskan langkahnya.

Beruntung dalam persoalan politikus PDI Perjuangan ini, KPU tetap bersikukuh mempertahankan keputusannya hingga akhirnya kasus ini terendus KPK. Sehingga, Riezky hingga kini masih menyandang status anggota DPR.

Skema Mulan Jameela

Adapun dalam persoalan PAW Mulan, Hadar mengatakan, Gerindra beberapa kali berupaya mengubah putusan KPU melalui hasil sidang atas gugatan yang dilayangkan sembilan caleg Gerindra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Saya ingat beberapa waktu lalu ada PN Jaksel itu yang mengabulkan permohonan beberapa caleg termasuk Mulan Jameela. Itu sebetulnya putusan pengadilan yang keliru karena dia tidak bergerak berdasarkan UU atau sistem yang berlaku saat ini," kata Hadar.

Mulan yang maju dari Dapil XI Jawa Barat yang meliputi wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sedianya hanya mampu meraup 24.192 suara.

Baca juga: Ketika Kursi DPR untuk Mulan Jameela Direbut dari 2 Koleganya di Gerindra...

Suara yang diperoleh istri dari musisi Ahmad Dhani itu tidak mampu memboyongnya lolos ke kursi Senayan.

Namun kemudian, ia menggugat Partai Gerindra ke PN Jaksel.

Dalam gugatannya, ia ingin agar DPP Partai Gerindra memiliki hak untuk menetapkan para penggugat sebagai anggota legislatif terpilih karena suara pemilih partai yang lebih besar dari pemilih caleg langsung.

Hasilnya, majelis hakim PN Jaksel pun mengabulkan gugatan tersebut.

KPU sebenarnya sempat bersikukuh atas keputusannya. Namun belakangan sikap KPU berubah melalui Surat Keputusan Nomor 1341/PL/01.9-Kpt/06/KPU/IX/2019 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 1318/PL/01.9-Kpt/06/KPU/IX/2019 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilu 2019.

Baca juga: Buntut Mulan Jameela Jadi Anggota DPR, PN Jaksel dan 39 Orang Termasuk Prabowo Digugat

Mulan akhirnya terpilih melalui mekanisme PAW menggantikan dua rekannya sesama partai, Ervin Luthfi yang memperoleh suara ketiga terbanyak dan Fahrul Rozi yang memperoleh suara terbanyak keempat.

Fahrul digantikan karena ia diberhentikan sebagai anggota parpol.

"Mereka kemudian berhentikan caleg di atas Mulan Jameela dan KPU keuslitan dengan tekanan itu karena dianggap tidak memenuhi syarat. Akhirnya KPU mengikuti setelah caleg diberhentikan," ucap Hadar.

Oligarki parpol harus dihentikan

Hadar menambahkan, baik yang dilakukan Gerindra maupun PDI Perjuangan, sama-sama telah merusak sistem demokrasi yang telah berjalan.

Sejatinya, parpol selama ini kerap mengajak agar masyarakat berpartisipasi dalam pemilu untuk mendukung kandidat sesuai dengan keinginan dan harapan mereka.

Namun, ketika kandidat itu terpilih dan tidak sesuai dengan harapan parpol, parpol dengan kewenangan yang dimiliki justru bersikap sewenang-wenang untuk menggantinya.

"Buat apa rakyat diajak untuk memilih, tetapi parpol bisa mengubah seenaknya dan berupaya melalui pengadilan," tegas Hadar.

Baca juga: Komisioner KPU Jadi Tersangka Suap, KPK: Pengkhianatan Terhadap Demokrasi

Kesewenang-wenangan itu menunjukkan parpol bersikap oligarki dan tidak memahami makna demokrasi itu sendiri.

"Partai menjadi sangat otoriter, oligarki, mengatur pemberhentian sendiri. Padahal pemberhentian itu harus memiliki alasan yang kuat, seperti misalnya melakukan pelanggaran hukum dan lain-lain," pungkasnya.

Hadar menambahkan, KPU juga harus dilindungi dari berbagai bentuk tekanan yang berasal dari parpol demi mempertahankan sistem demokrasi yang telah terbangun.

Di lain pihak, KPU juga harus berani bersikap tegas untuk melindungi hak caleg yang telah terpilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com