Petugas dari kedua lembaga ini bertugas untuk mencari jejak awan aktif yang akan mendapat gelontoran garam dari pesawat tersebut.
Tabur di ketinggian 12.000 kaki
Dalam proses pencarian awan aktif, petugas tidak hanya mendeteksi awan aktif di sekitar Jabodetabek, tetapi sampai perairan Laut Jawa hingga Selat Sunda.
Apabila petugas menemukan awan aktif yang ditargetkan, pesawat kemudian melakukan perhitungan mendalam untuk memasuki awan aktif tersebut.
Setelah itu, petugas langsung melakukan penyemaian garam.
Proses penggelontoran garam ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuka jendela udara yang tersambung ke pipa besar.
Baca juga: BPPT Berhasil Tekan Intensitas Hujan Ekstrem Melalui Modifikasi Cuaca
Kemudian, petugas memukul lapisan console menggunakan palu berlapis karet. Pemukulan lapisan itu bertujuan untuk mempercepat turunnya garam dari tabung menuju pipa besar.
Setelah garam berada di pipa besar, otomatis garam akan keluar melalui pipa yang melewati bokong pesawat. Garam pun bertaburan ke awan aktif.
"Proses awal penyemaian itu setelah mencapai ketinggian 10.000 - 12.000 kaki," ujar anggota Sathar 14 Depohar 10 Bandung, Peltu Doddy Fabrian Susilo, yang turut bergabung dalam operasi modifikasi cuaca tersebut.
Berbuah hujan
Kompas.com berkesempatan melihat proses modifikasi tersebut pada Kamis (9/1/2020) sore. Awal titik penyemaian garam berada di sekitar pesisir Pandeglang, Banten.
Umumnya, reaksi awan aktif yang tersemai garam tak menentu.
Namun demikian, setelah pengosongan delapan console tersebut, tepatnya ketika pesawat akan kembali ke Halim, petugas sempat mendapati awan berganti hujan.
Air hujan tersebut menempel di kaca jendela pesawat.
Baca juga: Modifikasi Cuaca di Jabodetabek, BPPT Taburkan 25,6 Ton Garam
"Lama waktunya relatif tergantung cuaca atau awan yang disemai. Kalau awannya sudah pekat atau sudah matang, akan mempercepat turun hujan karena dia kan sudah pekat, sudah padat, tinggal dikasih perangsang, yaitu garam itu," kata Doddy.