JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hubungan internasional Dinna Wisnu menilai diplomasi Indonesia dan China masih cenderung berat ke persoalan investasi.
Ia berharap Indonesia mengedepankan diplomasi dengan China secara terpadu.
Hal itu merespons terkait situasi di perairan Natuna beberapa waktu lalu sempat memanas setelah kapal pencari ikan dan coast guard milik China terpantau berlayar di Natuna.
"Kita terlalu terkotak-kotak antar kementerian ketika bicara dengan China, fokus kita terlalu berat di investasi sama China itu," kata dia saat ditemui di Hotel Erian, Jakarta, Minggu (12/1/2020).
"Kita lupa aspek lain yang juga menjadi perhatian China ketika dia berhubungan dengan kita. Diplomasi kita harus menyangkut yang lebih dimensional bukan hanya investasi," tambahnya.
Baca juga: Jokowi Restui Luhut Punya 6 Deputi, dari Infrastruktur hingga Investasi
Selama ini, kata Dinna, kinerja diplomasi yang dijalankan pemerintah Indonesia dengan China masih terkesan terpisah satu sama lain.
Ia meminta pemerintah Indonesia lebih solid dalam menjalankan diplomasi dengan China.
"Jadi harus terpadu. Sekarang itu misalnya Kementerian Luar Negeri-nya berangkat duluan, diskusinya apa, besoknya kementerian lain dateng ngomongnya lain lagi. Itu masalahnya. Jadi itu jadi kurang baik, jangan kelihatan enggak solid," ujarnya.
Perempuan yang juga aktif mengajar di Universitas Paramadina dan Universitas Bina Nusantara juga menilai kunjungan ke Jokowi ke Natuna beberapa waktu lalu tak berdampak signifikan terhadap China.
Baca juga: AS dan Jepang Tertarik Investasi di Natuna, Ini Sektor yang Diminati
Sebab, kunjungan tersebut juga tak direspons dengan baik oleh China.
"Itu yang saya bilang sangat disayangkan karena harus Jokowi yang turun sebagai Presiden. Padahal di sisi lain, China cukup bicara dengan melalui juru bicara Kemenlu saja untuk urusan ini," jata Dinna.
"Jadi buat China, ini itu kecil. Kita sampai harus level tinggi turun fisik ke lapangan dan masih tidak direspons dengan baik," tambahnya.
Hal ini menunjukkan diplomasi Indonesia dengan China masih lemah. Sebab, seharusnya China bisa lebih menghormati Indonesia, jika diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia berjalan dengan solid.
Baca juga: Pemerintah Harus Lakukan Tiga Hal Ini di Perairan Natuna
"Pak Jokowi juga sendiri juga cenderung bersayap, bilang tegas terhadap China tapi di sisi lain juga sempat mempertanyakan betul enggak di wilayah kita? Di kabinet beliau pun juga enggak satu suara. Ada yang bilang kerja sama harus dilakukan supaya investasi lancar, enggak ada hubungannya itu," ujar dia.
"Saya percaya jalur diplomasi masih bisa dipakai. Diplomasi bilateral kita sama China sebelum pergi ke level yang luas. Karena itu butuh dukungan banyak negara dan biayanya tinggi," lanjut dia.
Ia mengingatkan, Indonesia tak hanya menjalankan diplomasi ekonomi saja. Negara juga harus berpartisipasi aktif dalam menjalankan agenda perdamaian dunia.
Sayangnya, katanya, dua agenda ini dibenturkan dalam konteks sekarang.
"Padahal harus jalan bareng, enggak mungkin ekonomi kita dapat banyak kecuali aktif dan hadir, dianggap penting negara lain," tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.