JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan operasi tangkap tangan kedua pada awal tahun 2020 ini.
Setelah sebelumnya Bupati Sidoarjo Saiful Ilah ditangkap di Sidoarjo, Jawa Timur, kini giliran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan ditangkap penyelidik KPK saat hendak terbang ke Bangka Belitung dalam rangka tugas, Rabu (8/1/2020) siang. Hal itu diketahui setelah salah seorang staf Humas KPU yang pergi bersamanya, tak mendapati Wahyu turun dari pesawat.
Padahal sebelumnya, staf tersebut mengaku memasuki pesawat yang sama bersama Wahyu dan seorang staf pribadinya.
"Begitu pesawat landing dan penumpang turun. Loh, yang turun kok staf humas saja, tapi Pak Wahyu kok enggak ada di rombongan," kata Arief di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).
Baca juga: Wahyu Setiawan Diduga Minta Rp 900 Juta Urus PAW Caleg PDI-P, Sudah Cair Rp 600 Juta
Setelah menjalani pemeriksaan 1x24 jam, KPK menetapkan Wahyu sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antar-waktu.
Dia disangkakan menerima uang dari politisi PDI-P Harun Masiku yang berkehendak menggantikan Nazarudin Kieman yang tutup usia.
Penetapan komisioner KPU itu sebagai tersangka KPK ini bukanlah yang kali pertama.
Bahkan, Wahyu menjadi komisioner KPU kelima yang ditetapkan KPK sebagai tersangka. Empat lainnya kini kasusnya telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Ketua KPU: Saya Tak Tahu Bagaimana Wahyu Setiawan Bermain
Siapa saja mereka?
Mantan anggota KPU itu divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 2006 karena terbukti merugikan negara Rp 4,66 miliar dalam kasus pengadaan tinta pemilu tahun 2004.
Meski telah mengajukan banding hingga kasasi, hukuman kurungan empat tahun penjara harus dirasakan oleh Rusadi beserta rekannya, Achmad Rojadi, yang tak lain merupakan sekretaris pengadaan tinta sidik jari.
Keduanya divonis setelah terbukti melakukan proses penunjukkan langsung terhadap empat rekanan swasta agar melakukan pengadaan tinta sidik jari dari India.
Baca juga: Wahyu Setiawan Tersangka, Ketua KPU Ingatkan Penyelenggara Pemilu Jaga Integritas
Dalam prosesnya, Rojadi tidak menunjuk konsultan untuk menentukan harga, melainkan justru menentukan harga perkiraan sendiri (HPS).
Tak hanya itu, Rusadi juga menunjuk tiga rekanan swasta lainnya untuk melakukan pengadaan tinta lokal dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya.
Mantan Ketua KPU ini dinyatakan bersalah dalam kasus pengadaan asuransi bagi petugas pemilu 2004. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian mencapai Rp 14,1 miliar.
Awalnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subside enam bulan kurungan. Serta, putusan mewajibkan Nazaruddin membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan mantan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin.
Baca juga: Begini Kronologi OTT KPK yang Menjaring Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Namun di tingkat kasasi, hukuman itu dikurangi menjadi enam tahun dan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain itu, Nazaruddin juga hanya diwajibkan membayar uang pengganti Rp 1,06 miliar subsidair dua bulan kurungan.
Hakim PN Tipikor Jakarta pada 2006 menjatuhkan vonis satu tahun tiga bulan kepada mantan anggota KPU ini terkait kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilu 2004.
Mulyana juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.
Selain kasus pengadaan kotak suara, Mulyana setahun sebelumnya juga dinyatakan bersalah dalam kasus suap terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Khairiansyah Salman, senilai Rp 300 juta. Dalam perkara ini, dia divonis dua tahun tujuh bulan.
Baca juga: KPU Segera Gelar Pleno untuk Tentukan Status Wahyu Setiawan
Mantan anggota KPU itu divonis empat tahun penjara lantaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan segel surat suara untuk pemilu legislatif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.