JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PK yang diajukan KPK atas vonis lepas terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Hal itu disampaikan oleh jaksa KPK saat membacakan poin memori permohonan Peninjauan Kembali (PK) di hadapan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
"Kami mohon supaya majelis hakim peninjauan kembali pada Mahkamah Agung memutuskan, satu, menerima dan mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan jaksa atau Pemohon PK," kata jaksa.
Baca juga: Ajukan PK Kasus BLBI, Jaksa Soroti Pertemuan Hakim Agung dan Eks Pengacara Syafruddin Temenggung
Selain itu, jaksa berharap majelis hakim PK pada MA membatalkan putusan kasasi yang melepas Syafruddin Arsyad Temenggung.
Jaksa juga berharap hakim menyatakan Syafruddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai putusan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikuatkan oleh putusan majelis hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Serta kami memohon menjatuhkan pidana terhadap Termohon PK sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 2 Januari 2019," kata jaksa.
Dalam memori permohonan PK, jaksa menyampaikan sejumlah alasan KPK mengajukan PK.
Baca juga: Eks Pengacara Syafruddin Temenggung Bantah Bahas Perkara BLBI dengan Hakim Agung
Alasannya, yakni jaksa menilai ada kontradiksi antara pertimbangan dan putusan lepas Syafruddin.
"Terdapat kontradiksi antara pertimbangan dengan putusan. Bahwa dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana surat dakwaan penuntut umum tetapi bukan merupakan tindak pidana," kata jaksa.
"Hal ini bertentangan dengan pertimbangan putusan perkara a quo pada halaman 95 sampai 108 dimana majelis hakim justru menguraikan fakta-fakta yang pada pokoknya terdakwa tidak melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan," lanjut jaksa.
Jaksa berpendapat, pertimbangan yang diuraikan majelis hakim hanya mengambil alih dalil-dalil yang diuraikan terdakwa Syafruddin saat itu melalui penasihat hukumnya.
Baca juga: Eks Pengacara Syafruddin Temenggung Bantah Bahas Perkara BLBI dengan Hakim Agung
Sedangkan, fakta-fakta yang dikemukakan penuntut umum yang diuraikan dalam surat tuntutan yang sudah dinyatakan terbukti pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dikesampingkan dan tidak dipertimbangkan majelis hakim.
Selain itu jaksa juga menyoroti bahwa salah satu hakim anggota yang menangani perkara kasasi, Syamsul Rakan Chaniago, melakukan komunikasi dan pertemuan dengan mantan pengacara Syafruddin bernama Ahmad Yani.
"Anggota majelis hakim melanggar prinsip imparsialitas dalam memutus perkara. Sebelum perkara diputus di tingkat kasasi, berdasarkan call data records, terdapat beberapa kali komunikasi antara hakim ad hoc Syamsul Rakan Chaniago dan Ahmad Yani selaku penasihat hukum Syafruddin Arsyad Temenggung," kata jaksa.
Baca juga: KPK Masih Kaji Upaya PK terhadap Vonis Lepas Syafruddin Temenggung
Selain itu, jaksa juga menyoroti pertemuan Ahmad Yani dan Syamsul di Cafe Segafredo Plaza Indonesia Jakarta pada 28 Juni 2019 pukul 17.51 WIB.
Menurut jaksa, seorang hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan.
Hal itu demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidakberpihakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.