JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata atas putusan kasasi yang memutus lepas terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Salah satunya terkait komunikasi dan pertemuan mantan pengacara Syafruddin bernama Ahmad Yani dan salah satu hakim agung yang memutus lepas Syafruddin, yakni Syamsul Rakan Chaniago.
Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan poin memori permohonan Peninjauan Kembali (PK) di hadapan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
Baca juga: KPK Masih Pertimbangkan PK atas Putusan MA yang Bebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung
"Anggota majelis hakim melanggar prinsip imparsialitas dalam memutus perkara. Sebelum perkara diputus di tingkat kasasi, berdasarkan call data records, terdapat beberapa kali komunikasi antara hakim ad hoc Syamsul Rakan Chaniago dan Ahmad Yani selaku penasihat hukum Syafruddin Arsyad Temenggung," kata jaksa KPK Haerudin.
Selain itu, jaksa juga menyoroti pertemuan Ahmad Yani dan Syamsul di Cafe Segafredo Plaza Indonesia Jakarta pada 28 Juni 2019 pukul 17.51 WIB.
Menurut jaksa, berdasarkan rekaman kamera Closed Circuit Television (CCTV) Syamsul dan Ahmad Yani terlihat bersama Ahmad Yani keluar dari kafe tersebut.
Kemudian, lanjut jaksa, keduanya juga tampak mengobrol di lobi selatan Plaza Indonesia.
Jaksa mengatakan, pertemuan itu terjadi dua minggu sebelum perkara kasasi Syafruddin diputus.
Selain itu, satu hari sebelum pertemuan, Ahmad Yani mengunjungi rutan KPK untuk bertemu Syafruddin.
Tiga hari setelah pertemuan dengan Syamsul Rakan, Ahmad Yani kembali menemui Syafruddin di rutan KPK.
"Satu minggu setelah pertemuan tersebut, bersamaan dengan hari terakhir masa penahanan terdakwa, majelis hakim kasasi memutus perkara tersebut dengan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana dalam dakwaan," kata jaksa.
"Akan tetapi, perbuatan itu tidak merupakan tindak pidana serta melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," lanjut jaksa.
Salah satu alasan perkara tersebut diputus lepas karena hakim Syamsul merupakan salah satu anggota majelis yang berpendapat perbuatan Syafruddin adalah perbuatan perdata.
Menurut jaksa, seorang hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan.
Baca juga: KPK Masih Kaji Upaya PK terhadap Vonis Lepas Syafruddin Temenggung
Hal itu demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidakberpihakan.
Jaksa pun juga menyoroti hasil pemeriksaan Badan Pengawas MA yang menyatakan bahwa hakim Syamsul melanggar prinsip-prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim.
"Padahal dalam menangani perkara seorang hakim harus memegang teguh prinsip imparsialitas supaya terhindar dari benturan kepentingan," kata jaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.