Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT Wahyu Setiawan Dinilai Kontradiksi dengan Semangat Antikorupsi KPU

Kompas.com - 09/01/2020, 10:27 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dinilai menjadi pukulan telak bagi lembaga pelaksana pemilu tersebut.

Pasalnya, beberapa waktu lalu, lembaga yang dipimpin Arief Budiman itu kerap menyuarakan pentingnya mengusung calon berintegritas di dalam setiap kontestasi.

Bahkan, KPU juga sempat membuat aturan yang melarang eks napi koruptor mencalonkan diri di Pemilu 2019.

"Hal ini pastinya sangat kontradiktif dengan semangat antikorupsi yang digaungkan KPU. Ini tentu menjadi pukulan berat bagi kelembagaan KPU," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Baca juga: Komisioner Ditangkap KPK, KPU Pastikan Tahapan Pilkada 2020 Tetap Jalan

Meski demikian, Titi berharap, KPU dapat menjadikan momentum ini sebagai momen untuk mereformasi serta bersih-bersih total di tubuh KPU, baik internal maupun pola hubungan eksternal.

Pada saat yang sama, KPU juga harus lebih terbuka dan kooperatif untuk mempersilahkan lembaga antirasuah tersebut mengusut tuntas kasus ini.

Sehingga, bila memang ada tindakan koruptif di lembaga ini, dapat diusut secara tuntas.

"KPU juga harus membangun mekanisme pengawasan internal yang lebih baik dan efektif dalam mencegah tindakan menyimpang dan koruptif dari jajarannya. Apalagi banyak godaan menjelang pilkada serentak 2020," ujar Titi Anggraini.

Baca juga: Ketua KPU: Wahyu Setiawan Tak Punya Catatan Khusus Selama Bertugas

Tercatat, pada tahun ini akan ada 270 pilkada yang akan dilangsungkan secara serentak.

Selain itu, KPU juga perlu bekerja sama dan meminta dukungan KPK untuk membangun strategi pencegahan untuk internal kelembagaan KPU.

Hal itu sekaligus untuk mengantisipasi dan mengeliminir potensi penyimpangan Pilkada Serentak 2020.

"KPU juga harus mewanti-wanti jajarannya di daerah untuk tidak main mata dan melakukan praktik ilegal dalam menyelenggarakan pemilu dan pilkada. Sebab, selain akan ada ancaman hukuman yang berat hal itu juga potensial akan semakin meruntuhkan kredibilitas KPU sebagai institusi demokrasi," kata Titi.

Baca juga: Ketua KPU: Sejak Rabu Sore, Wahyu Setiawan Tak Respons Pesan WhatsApp

Titi mengingatkan, independensi KPU adalah anak kandung reformasi, yang dibangun secara susah payah. Oleh karena itu, harus dijaga kredibilitasnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, bila Wahyu ditangkap terkait kasus dugaan suap. Selain Wahyu, ada tiga orang lain yang juga ditangkap dalam OTT tersebut.

Pasca-penangkapan, empat komisioner KPU menyambangi Gedung Merah Putih KPK untuk memperoleh informasi terkait peristiwa penangkapan tersebut.

Hingga kini, belum diketahui kasus suap terkait apa yang menjerat Wahyu dan tiga orang lainnya. Status Wahyu pun masih sebagai terperiksa dan akan ditetapkan dalam kurun 1x24 jam sejak setelah menjalani pemeriksaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com