Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Komisi II DPR Nilai Usulan soal Omnibus Law Sistem Politik Sulit Dieksekusi

Kompas.com - 07/01/2020, 23:33 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai usul pemerintah untuk membuat omnibus law sistem politik bakal sulit dilakukan.

Alasannya, penggabungan undang-undang yang berkaitan dengan sistem politik Indonesia dianggap terlalu rumit.

Doli mengatakan, setidaknya ada tujuh undang-undang yang mesti direvisi atau dileburkan jika pemerintah dan DPR mau membuat omnibus law yang berkaitan dengan sistem politik.

"Kalau saya melihat dari proses yang terjadi di (omnibus law) Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan, kayaknya prosesnya nggak bisa sama dengan (omnibus law) Sistem Politik. Kalau ini sepertinya agak sulit, apalagi kalau digabung tujuh UU itu semua. Terlalu kompleks," kata Doli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Baca juga: Januari 2020, Pemerintah Serahkan Draf Dua Omnibus Law

Meski demikian, ia mengatakan Komisi II DPR yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan kepemiluan itu memiliki semangat untuk menyempurnakan sistem politik Indonesia.

Doli menyatakan, Komisi II DPR lebih memilih untuk membahas ketujuh undang-undang mengenai sistem politik Indonesia secara bersamaan dan kontinu.

Tujuh undang-undang itu adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Kemudian, UU Peraturan Daerah, UU Peraturan Desa, dan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

"Tapi saya ingin sampaikan bahwa sekarang di Komisi II punya semangat untuk lakukan penyempurnaan terhadap bangunan sistem politik di Indonesia," terangnya.

Baca juga: Jokowi Minta Tak Ada Ego Sektoral dalam Penyusunan Omnibus Law

Komisi II DPR bersama pemerintah, ia melanjutkan, sepakat memprioritaskan pembahasan UU Pemilu sebagai 'pintu masuk' bagi pembahasan undang-undang lainnya.

Sebab, kata Doli, pemilu merupakan fondasi dalam negara demokrasi. Menurut Doli, saat ini Indonesia belum memiliki mekanisme pemilu yang kokoh.

"Kita sudah masuk 21 tahun setelah reformasi, salah satu pengantar dalam bangunan sistem politik itu kan pemilu. Pemilu sudah lima kali, tapi pemilu yang lima kali ini setiap lima tahun sekali berubah, kita trial and error terus. Artinya sebetulnya sudah waktunya kita tidak lagi eksperimen," ujar dia.

"Jadi kita sepakati UU Pemilu jadi entry point pembahasan UU politik terkait lainnya," tambahnya.

Ia berharap pembahasan undang-undang itu selesai pada 2021. Doli mengatakan DPR dan pemerintah sudah bagi-bagi tugas untuk melakukan pembahasan tersebut.

"Kami harap paling lama awal 2021 bisa selesai. Kami dan Mendagri sudah bagi tugas siapa yang bikin DIM dan siapkan naskah akademik," kata Doli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com